Rabu 4 Mei 2016. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi ketika mobil yang digunakan untuk menjemput kami tiba di hotel Central City 2, Tanjung Pandan. Karena sudah agak siang, kami langsung berangkat menuju Pelabuhan Tanjung Ru. Hari itu kami akan melakukan perjalanan wisata ke Pulau Leebong bersama Visca Tour. Bang Romi, Leo, Mas Yopie Pangkey dan saya berada dalam satu mobil. Sedangkan Hari JT, Melisa, dan Aldi naik mobil lainnya.
Pelabuhan Tanjung Ru
Satu jam perjalanan yang sangat lancar, tanpa seliweran kendaraan lalu lalang dari dua arah, mobil kami seperti melaju di jalan bebas hambatan. Negeri Laskar Pelangi ini tampak tenang dan bersahaja. Pemandangan di kiri kanan jalan silih berganti, tapi seperti tayangan film bisu. Senyap hampir sepanjang jalan.
Saya terkesima saat melintasi hamparan ilalang di kiri dan kanan jalan dekat pinggiran laut. Cakep banget buat foto-foto! Itu yang pertama terlintas di pikiran. Saya meraba kening, mencari rasa panas yang mungkin tersisa dari demam pada hari sebelumnya, ternyata tak ada. Badan saya sudah normal dari sakit, berarti gemulai ilalang yang menari di pinggir jalan itu bukan halusinasi.
Pelabuhan Tanjung Ru |
Dermaga untuk perahu kecil |
Tepat jam 10 kami sampai di Pelabuhan Tanjung Ru, Desa Pegantungan, Kecamatan Badau. Sepi, tak seperti pelabuhan pada umumnya yang ramai dipadati orang dan barang. Padahal dari pelabuhan itu kapal-kapal besar berlabuh dan pergi usai melakukan aktifitas bongkar muat barang maupun penumpang. Saat itu hanya ada satu kapal besar sedang bersandar. Di ujung dermaga tampak dua unit crane tinggi menjulang. Ujung dermaga tak bisa didekati, sebab ada pagar besi dipasang di tengah jalan. Mungkin sedang tak boleh dlewati. Kami ke dermaga lain, tempat perahu kecil menanti.
Ada satu kapal penumpang tujuan Jakarta sedang bersandar, tapi tak nampak siapa-siapa di sana |
Ikut kemana kapal berlayar |
Pulau Pasir Timbul
Kami naik perahu cepat bertenaga mesin entah apa. Kapasitasnya cukup untuk mengangkut 20 orang sekaligus. Karena kami cuma bertujuh, perahu tersebut terasa lapang. Tak ada yang memberitahu tentang berapa lama Pulau Leebong dapat dicapai. Saya menebak mungkin sekitar 45-60 menit (padahal hanya 20 menit saja). Bang Romi yang sudah pernah ke Leebong pun tak cerita soal waktu tempuh. Berapa lama pun, saya ikuti saja kemana perahu berlayar.
“Kita ke pulau pasir timbul dulu,” ucap bang Romi.
Sedari awal perahu melaju, tak saya lihat tanda-tanda keberadaan pulau pasir timbul, yang ada adalah keramba-keramba ikan dan pulau-pulau yang dikelilingi mangrove. Tapi kemudian pulau pasir itu pun kelihatan. Timbul di tengah laut membentuk pulau. Saya lihat waktu, ternyata untuk sampai ke tempat ini kami telah mengarungi laut selama 30 menit. Berarti tempat ini lebih jauh dari pada Pulau Leebong.
Keramba-keramba ikan |
Sampai di pulau pasir timbul |
Berbeda dengan pulau pasir timbul yang saya jumpai di pantai Tanjung Kelayang, pulau pasir di Belitong Barat ini lebih luas. Ada dermaga yang dilengkapi bilik. Sepertinya toilet. Tapi saya ragu tentang ini. Saya akan pastikan nanti saat ke Leebong lagi.
Tak banyak perahu merapat, hanya dua termasuk perahu kami. Sepi tapi itu lebih asik. Turun dari perahu kami meniti jembatan yang ujungnya tidak sampai di atas pasir. Belum menjejak pasir saja saya sudah kegirangan. Rasanya ingin lompat-lompat. Di tempat kece ini kami seperti dilepas dari sangkar, seketika berlarian, loncat, juga mengejar hammock dan ayunan yang dipasang di tengah hamparan pasir. Pada rebutan. Seperti lupa umur.
Hamparan pasir - Photo Yopie Pangkey |
Gembira bersama - Photo Yopie Pangkey |
Keindahan pulau pasir timbul ini menahan kami dari urusan buru-buru ke Pulau Leebong. Setelah tanya-tanya, ternyata singgah di tempat ini memang bagian dari perjalanan wisata ke Pulau Leebong. Sudah satu paket.
Terayun-ayun dalam hammock, menikmati embusan angin, membuat waktu seperti lambat berputar. Pasir putih, langit biru, awan putih cemerlang, serta orang-orang yang suka motret dan dipotret. Laut dangkal, air jernih dan hangat, bersih, dan dihuni oleh ribuan bintang laut berwarna merah muda. Penjajaran antara manusia dan alam. Pemandangan yang sublim.
Dibuai angin - Photo Yopie Pangkey |
Waktu seakan jadi lambat berputar - Photo Yopie Pangkey |
Bang Romi dan Leo melompat dari jembatan. Jebur-jebur basah. Sementara saya agak menahan diri dari air. Mas Yopie sibuk dengan kameranya. Melisa sibuk dengan tab-nya. Saya sibuk bergaya ala-ala. Di sini terselip satu tragedi, kaki bang Romi terluka oleh sesuatu. Berdarah dan bengkak, ia pun jalan terpincang-pincang. Saya tidak tega melihat darahnya mengucur. Tapi sengaja dibiarkan oleh bang Romi agar racunnya keluar.
"Apa yang gigit kamu bang?"
"Ditusuk duri ikan Pari!"
"Ha?!"
Welcome to Leebong Island
Sebetulnya saya belum puas main di pasir timbul, tapi saya tahu Pulau Leebong lah yang jadi tujuan utama. Di sana masih banyak aktifitas menyenangkan yang bisa dilakukan. Perahu pun kembali berlayar. Tak butuh waktu lama kami pun sampai. Sebuah dermaga dengan jembatan cukup panjang menjorok ke laut menyambut kami.
Menuju daratan |
Asri. Itulah kesan pertama saat melihat Pulau Leebong. Hutan mangrove yang terlihat dari lautan menampakkan kesan sejuk. Jembatan dermaga punya cabang di bagian tengah, di ujung cabangnya terdapat dua bangku santai. Duduk-duduk di sini cocok untuk menikmati pergantian hari, menyaksikan matahari tenggelam atau pun terbit.
Diapit hutan bakau |
Di sebelah Pulau Lebong ada pulau lain yang juga dikeliling mangrove. Di antara kedua pulau ada celah, dapat dilewati perahu saat air pasang. Biasanya wisatawan yang berkunjung ke Leebong akan diajak berperahu menyusuri perairan dangkal yang diapit hutan mangrove tersebut. Jika dilihat dari atas, laju kapal tampak seperti sedang menyusuri sungai amazon. Keren seperti yang divideokan oleh Pak Toto.
Tempat bersantai di dermaga - Photo Yopie Pangkey |
Terpukau sunset di dermaga - Photo Toto |
Menginjak daratan, menapaki tanah warna putih mirip pasir sehalus tepung. Kami jalan kaki beberapa puluh meter, melewati semak dan pohon-pohon yang sebagian telah ditebang (dirapikan agar memudahkan pejalan). Rumput-rumput terlihat begitu segar, bunga-bunganya bermekaran. Sesekali tampak burung terbang keluar dari rimbun daun. Di sini terdapat pohon simpor, pohon khas Belitung yang daunnya dijadikan motif batik di sanggar batik keluarga Ahok.
Bunga-bunga bermekaran |
Menuju pusat fasilitas pulau |
Seorang laki-laki mendahului langkah, ia mendorong gerobak (gerobak yang biasa dipakai tukang bangunan) berisi tumpukan buah kelapa muda. Sementara yang lainnya mendorong gerobak berisi tas-tas pakaian para pengunjung yang baru datang untuk menginap. Gerobak itu memang cocok digunakan di sini, kuat melewati tanah berpasir yang kadang ada akar-akar dan kayu.
Saya dan kawan-kawan masuk ke pondok besar yang disebut sebagai pondok makan. Di situ kami istirahat untuk melepas lelah. Ada kopi, teh, air putih dan snack yang sudah disiapkan. Boleh diambil. Gratis. Di meja lain pengunjung sudah mulai menyantap makan siangnya. Makan siang kami sedang disiapkan. Sambil menunggu makanan terhidang, saya melihat-lihat keadaan.
Selamat datang di Pulau Leebong! |
Villa Pohon Pulau Leebong
Ada apa saja di pulau seluas 37 hektar ini? Mari kita lihat. Ada villa, rumah makan, barak/tenda, pondok-pondok kayu, rumah pohon, toilet, kamar mandi, dapur, hingga pondok-pondok penunjang fasilitas.
Pulau ini baru memiliki dua villa. Satu villa 2 lantai dekat pondok makan. Berdesain tradisional dan modern, terbuat dari kayu dan beratap alang-alang, tampak menyatu dengan lingkungan. Fasilitas di dalamnya seperti kamar mandi, tempat tidur, dan furniture, menunjukkan kelasnya. Nyaman untuk digunakan.
Villa dua lantai |
kamar di lantai 2 |
balkon view laut |
Kamar mandi, toilet, hammock, dan teras di lantai 2 |
Saya ngobrol dengan Pak Toto (DM Pulau Leebong). Mereka tak sembarang bangun villa. Sekalinya dibangun, harus bagus dan ikonik. Desain dan bahan benar-benar jadi perhatian, begitu pula fasilitas di dalam villa. Hal ini dibuktikan dengan villa pohon yang saat itu sedang dibangun. Saya di ajak ke sana untuk melihat proses pengerjaannya. Para pekerjanya saja didatangkan dari Jepara. Menggunakan bahan pilihan. Desain arsitekturnya pun tidak asal jadi, melainkan mengadopsi dari villa-villa pohon yang ada di Bali.
Awal Mei lalu proses pembangunan villa mencapai tahap 80%, sudah kelihatan bentuknya. Sekarang villanya sudah jadi dan bisa ditempati. Saya membayangkan jika menginap di dalamnya, alangkah istimewanya. Menyatu dengan alam, dekat hutan dan laut. Sesekali mungkin akan ditemani suara-suara hewan malam, juga suara debur ombak dan deru angin dari laut. Sungguh suasana yang sangat berbeda yang tidak dijumpai di kota.
Villa Pohon Zarra (baru) |
Menginap di Barak
Ada 1 barak besar dan 2 barak ukuran sedang yang dilengkapi matras berkualitas. Lantainya terbuat dari kayu yang dibangun berbentuk panggung (tidak menempel tanah). Tampak rapi, bersih, bahkan lantainya mengkilat seperti dijilat. Wisatawan dengan rombongan biasanya menginap di barak ini. Letaknya dekat pantai, dan tentunya menghadap pantai. Barak ukuran besar cukup untuk menampung hingga 40 orang.
Kamar mandi dan toilet luar yang terletak di belakang barak cukup membuat saya terkejut senang. Kondisinya sangat bersih, dilengkapi dengan peralatan mandi bermerk dalam wadah-wadah tidak irit. Tampak seperti kamar mandi dan toilet-toilet di hotel berbintang lima.
Barak |
kadang yang pesan villa malah pindah ke barak, sensasinya beda katanya |
menurunkan barang tamu dari gerobak |
tumpukan matra di dalam barak |
Terdapat dua rumah pohon di pinggir pantai, sangat asik buat bersantai. Naik ke atas, duduk-duduk atau tiduran, lalu bisa tertidur beneran karena di sini banyak angin. Banyak pohon juga, makanya jadi teduh. Udara pun sejuk, bikin ngantuk. Jadi malas turun kalau sudah di atas.
Ada dua pondok lainnya, lebih pendek. Fungsinya sama, buat duduk-duduk sambil menikmati suasana. Kalau masih kurang ada lagi bangku-bangku di bawah payung pantai. Tinggal pilih mau duduk sebelah mana. Tidak perlu khawatir dengan sinar matahari, karena di sini banyak pohon. Teduh.
Pondok di taman |
banyak tempat duduk di bawah rindang pohon |
salah satu pondok pohon |
Toilet-toilet bersih dan harum |
Makan Siang dengan Menu Spesial
Memanjakan lidah dengan menu istimewa. Kami makan siang dengan nasi yang ditemani sup bakso ikan, gurame asam manis, tumis tauge, dan masakan ayam yang entah apa namanya. Terasa berbeda karena tiga hari sebelumnya selama di Belitung menu makan siang dan malam selalu sama; gangan Ikan, kepiting goreng, cumi-cumi goreng tepung, dan udang bakar. Bukan bosan sih, tapi kali ini lain dari hari-hari sebelumnya. Semua yang terhidang habis tak bersisa dimakan oleh kami bertujuh. Antara lapar dan masakannya memang enak.
Pondok makan (resto) |
Sambil menunggu makanan terhidang main tenis meja dulu |
makan siang yang lezat |
mari makan |
Aktifitas di Pulau Leebong
Banyak yang bisa dilakukan di Pulau Leebong. Mulai dari bersepeda keliling pulau hingga hopping Bagu Island. Volley pantai, sepak bola pantai, kayaking, karaokean, main di pulau pasir timbul, serta snorkeling pun semua itu bisa dilakukan di sini. Sarana sudah disediakan, tinggal digunakan.
Jika tidak ingin melakukan apa-apa, bersantai saja duduk-duduk di rumah pohon juga menyenangkan. Menikmati suasana dan pemandangan sekitar dijamin tak akan membosankan. Atau jalan kaki menghirup udara bersih dalam hutannya yang teduh. Meski di hutan, tapi sudah disediakan jalan setapak untuk lewat. Ada papan petunjuk di tiap tikungan agar tidak tersesat. Mau belok ke villa, pantai, rumah pohon, tinggal lihat penunjuk arahnya. Jika lelah, di beberapa tempat sudah dibuatkan tempat duduk berupa potongan-potongan batang kayu. Asik bukan?
Bersepeda keliling pulau - Photo by Yopie Pangkey |
Main kayak - Photo Toto |
Saat sedang bersepeda keliling pulau, kami sampai di pantai bagian belakang. Ada pondok dan bangku-bangku tempat bersantai di pinggir pantainya. Yang spesial adalah pantainya karena amat luas.
Tidak ada siapa-siapa. Sangat sepi. Berasa pantai milik pribadi. Kami pun bersepeda di atas pasir, tapi sepeda jadi berat dikayuh. Akhirnya sepeda saya lepaskan, saya lari ke hamparan pasir. Agak lama kami di sini. Kalau tak ingat hari sudah sore, rasanya belum mau beranjak meninggalkan pantai pasir yang luas itu.
Asyiknya bersepeda |
Berat juga mengayuh sepeda di atas pasir ya |
Ada pondok di mana-mana |
santai di pantai |
bebaskan gayamu - Photo by Yopie Pangkey |
Tempat yang indah - Photo Yopie Pangkey |
Hari JT, Romi, Melisa dan yang lainnya bermain kayak. Saya tertarik untuk berperahu di antara mangrove, tapi sayang airnya sedang surut, perahu tidak bisa lewat. Kecewa? Tidak. Banyak hal lain yang bisa dilakukan di sini bukan?
Selain aktifitas harian yang telah saya sebutkan di atas, Pulau Leebong juga menyediakan fasilitas lainnya tapi berdasarkan permintaan saja, seperti motorize activities (banana boat, jet ski) dan diving. Termasuk jika ada yang ingin bikin acara gala dinner, romantic dinner, body massage, team building, fishing trip, semua itu juga bisa disediakan.
Bawa Pulang Kenangan Indah dari Leebong
Ketenangan pulau ini yang membuat saya jatuh cinta. Tempatnya sangat cocok untuk tempat mengistirahatkan badan dan pikiran. Suasana liburannya sangat terasa. Keluar dari pulau badan dan pikiran terasa jadi fresh. Kebersihan pun layak saya acungi jempol. Dari toilet, kamar mandi, dapur, tempat makan, pondok-pondok, dan keseluruhan area tempat beraktifitas semua nyaman dirasa dan dilihat.
Rumah pohon di pinggir pantai |
Tak melakukan apa-apa |
nikmati.... |
resapi |
males pulang |
Di sini tiap sore jelang magrib dilakukan fogging guna mencegah adanya nyamuk malaria. Maklum ada hutan, tempat ideal bagi nyamuk bersarang. Saat kami hendak pulang, fogging baru saja dimulai. Karena sudah sore, kami pun berpamitan dengan Pak Rio, Pak Yudi, dan Pak Toto. Ketiganya adalah ‘pentolan’ Pulau Leebong. Saya dan mas Yopie beruntung mengenal mereka, ramah dan mau berbagi banyak cerita kepada kami.
Bersama Pak Toto, Pak Rio, Pak Yudi |
Berkunjung ke Pulau Leebong membuat saya mengenal sisi lain Belitung yang selama ini saya anggap hanya punya pulau dan pantai-pantai yang dihiasi hamparan batu granit berukuran raksasa. Padahal Belitung juga punya pulau-pulau indah lainnya yang hanya dikelilingi oleh mangrove dan pantai pasir yang luas. Sebelum membuat tulisan ini, saya sempat mencari di Google tulisan-tulisan dari travel blogger yang mengulas tentang Pulau Leebong. Ternyata masih sangat minim, bahkan nyaris tak ada.
Kamu sudah berkunjung ke pulau bernuansa maldives ini?
(*)
Pulau Leebong
Belitung
www.leebongisland.com
Kamu sudah berkunjung ke pulau bernuansa maldives ini?
(*)
Pulau Leebong
Belitung
www.leebongisland.com