Meninggalkan keramaian, demi 'surga kecil' nan sunyi di seberang pesisir Pulau Belitung. Menghilangkan sejenak hiruk pikuk Jakarta dengan melarikan diri ke tempat nyaman dan romantis di tepian laut. Tempat di mana setiap harinya berbeda, tapi selalu menghadiahkan hal yang sama, gairah dan inspirasi.
Pulau Leebong - Photo Sugianto |
Majalah Xpressair Januari 2017
Pulau Leebong pernah saya kunjungi sebanyak dua kali pada tahun 2016. Keindahan alam, serta suasana damai yang saya rasakan di pulau ini, meresap begitu dalam pada tiap helai kenangan yang saya simpan hingga hari ini. Jika bukan karena Hari JT yang membawa saya ke sana, saya tidak tahu kalau di Belitung ada pulau secantik ini. Lain dari pulau-pulau lainnya yang dikelilingi hamparan batu raksasa dan air jernih yang di dalamnya terdapat taman bawah laut yang indah, Pulau Leebong justru menawarkan sesuatu yang berbeda.
Kunjungan perdana pada bulan Mei 2016 berlanjut pada kunjungan kedua pada bulan Juli 2016 atas undangan pengelola pulau. Jika yang pertama hanya datang pagi pulang sore, maka yang kedua saya tinggal selama 3 hari 2 malam. Dengan waktu yang cukup banyak itu, saya lebih leluasa untuk melihat banyak hal menarik di Pulau Leebong pada waktu pagi, siang, sore, maupun malam hari. Tiap detik adalah kisah, tiap sudut pulau adalah cerita. Semua menjadi kenangan yang tak pernah cukup kata untuk dirangkai menjadi tulisan.
Saya sudah menulis Pulau Leebong di blog ini sebanyak dua kali. Kemudian saya menuliskannya lagi untuk majalah dalam pesawat, dan alhamdulillah dimuat sebanyak 6 halaman oleh Majalah Xpressair edisi bulan Januari 2017. Adakah saya puas? Belum. Saya masih ingin menuliskannya lagi, lagi, dan lagi.
Leebong memang menghanyutkan. Selalu ada cerita indah yang tak pernah habis untuk dituliskan. Begitulah hipnotisme Leebong bekerja, ia memasung rasa.
Majalah Xpress Air edisi Januari 2017 |
Gathering Wisata Halal GARUDA
Bulan Januari 2017 lalu, Pulau Leebong terpilih menjadi tempat pelaksanaan acara gathering wisata halal bertajuk "Famtrip Garuda's - Wisata Halal Consortium Agent" di Belitung pada tanggal 19-21 Januari 2017. Acara tersebut di hadiri oleh seluruh agent wisata halal Garuda se-Indonesia.
Kabar tentang acara tersebut saya dapat dari Pak Toto dan Pak Willy. Pak Toto berkabar melalui Whatsapp, Pak Willy berkabar via FB Messenger. Dengan dikabari seperti ini, membuat saya merasa 'diingat' oleh mereka.
Kesan yang dalam tentang Leebong memang bukan hanya tentang pesona pulaunya, tetapi juga kebaikan orang-orangnya. Saya bersyukur pernah berkenalan langsung dengan para pengelolanya sejak kunjungan pertama. Mereka sangat ramah, bahkan ketika di awal berbincang sudah seperti kawan lama. Saya sangat merasakan persahabatan tulus yang mereka punya bukan hanya saat saya ke sana, tapi berlanjut hingga sesudahnya dan seterusnya sampai lama. Di FB dan Whatsapp saya diundang ke dalam grup Pulau Leebong. Di Medsos saya kerap di-tag dan di-mention dalam postingan tentang Pulau Leebong. Saat ada event dan promo kerap dikabari. Dan lain sebagainya yang membuat saya seperti selalu diingat. Bagaimana dengan saya sendiri? Apa masih ingat mereka? Selalu dan semoga selalu.
Kesan yang dalam tentang Leebong memang bukan hanya tentang pesona pulaunya, tetapi juga kebaikan orang-orangnya. Saya bersyukur pernah berkenalan langsung dengan para pengelolanya sejak kunjungan pertama. Mereka sangat ramah, bahkan ketika di awal berbincang sudah seperti kawan lama. Saya sangat merasakan persahabatan tulus yang mereka punya bukan hanya saat saya ke sana, tapi berlanjut hingga sesudahnya dan seterusnya sampai lama. Di FB dan Whatsapp saya diundang ke dalam grup Pulau Leebong. Di Medsos saya kerap di-tag dan di-mention dalam postingan tentang Pulau Leebong. Saat ada event dan promo kerap dikabari. Dan lain sebagainya yang membuat saya seperti selalu diingat. Bagaimana dengan saya sendiri? Apa masih ingat mereka? Selalu dan semoga selalu.
Foto jepretan Mas Yopie Pangkey yang dipakai untuk banner gathering wisata halal Garuda |
Banner Wisata Halal Garuda
Pulau Leebong tak pernah gagal membuat saya bahagia.
Banner event gathering Wisata Halal Garuda memuat gambar saya sedang duduk di jetty Pulau Leebong. Foto tersebut jepretan Mas Yopie Pangkey, diambil saat pertama kali kami berkunjung ke Pulau Leebong.
Saat pertama melihat banner tersebut, rasanya saya ingin melompat girang senorak-noraknya 😆
Buat saya yang bukan siapa-siapa ini, senang bukan main melihat foto diri tampil dalam ukuran besar, bersanding dengan nama besar Garuda (salah satu maskapai penerbangan terbaik dunia tahun 2017), Pulau Leebong (pulau di Belitung yang kini banyak menjadi destinasi incaran turis internasional), Wonderful Indonesia (kemenpar), serta sederet nama besar lainnya, baik yang menjadi peserta maupun sponsor acara gathering.
Bagi orang lain, mungkin hal ini tampak kecil dan biasa-biasa saja. Tapi, bagi saya ini istimewa. Saya tak pernah meminta agar 'nampang' dalam banner event. Jika kemudian dibuat tampil, tentu ada alasan baik yang menyertainya, dan saya sangat berterima kasih untuk itu semua.
Berkunjung ke Pulau Leebong adalah untuk 'melihat dan merasakan', lalu menulis apa yang saya lihat dan rasa tersebut. Jika kemudian saya diingat karena apa yang saya tulis, bagi saya itu adalah bonus dari hobi yang saya lakukan dengan hati.
Berkunjung ke Pulau Leebong adalah untuk 'melihat dan merasakan', lalu menulis apa yang saya lihat dan rasa tersebut. Jika kemudian saya diingat karena apa yang saya tulis, bagi saya itu adalah bonus dari hobi yang saya lakukan dengan hati.
Backdrop ini di pajang di Pulau Leebong, selama acara gathering Wisata Halal Garuda |
Kawan Baik dari Leebong
Salah satu pengelola Pulau Leebong yang terus berkawan baik dengan saya adalah Pak Sugianto atau Toto, Direktur PT. Leebong Octa Samasta yang menjadi pengelola Pulau Leebong di Belitung. Saya mengenalnya sebagai sosok yang simple, sederhana dan friendly. Suatu hari di Jakarta di bulan Februari 2017 kami bertemu di kedai kopi. Saya dan Mas Arif mendengar banyak kisah darinya. Secuil dari kisah tersebut akan saya bagi di sini.
Menurut Pak Toto, Pulau Leebong dulunya hanya pulau kecil yang berisi hutan alami. Banyak serangga seperti nyamuk, dan tanpa sumber air bersih. Sangat baru dan tidak ada apa-apa. Jika sekarang Pulau Leebong semakin banyak dikenal dan dikunjungi untuk berlibur akhir pekan maupun long stay, semua berkat keoptimisan, kesabaran dan kerja sama yang baik dari Pak Toto dan rekan-rekannya dalam mengembangkan Pulau Leebong.
Meet up dengan Pak Toto di Jakarta :) |
Tanpa bertahan dengan keyakinan dan prinsip bahwa Leebong memiliki potensi yang sangat besar, Pulau Leebong tentu tidak akan seperti sekarang. Saya pribadi sebagai wisatawan yang pernah menginjakkan kaki di Pulau Leebong, sejak belum ada villa pohon yang menjadi ikon pulau, hingga villa pohon itu berdiri dan saya merasakan bermalam di dalamnya, merasa salut dan bangga dengan Pak Toto dan rekan-rekannya yang memiliki keinginan untuk dapat mengelola dan mengembangkan Pulau Leebong dan pulau lain di kawasan Belitung tanpa merusak ekosistem awal yang ada di pulau.
Pulau Leebong terus dikembangkan. Fasilitas terus dibangun. Villa pohon terus bertambah seiring dengan jumlah pengunjung yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Postingan-postingan Pulau Leebong yang saya lihat di medsos menunjukkan banyak perubahan, memancing rasa penasaran untuk kembali datang.
Mei 2016 - Pulau cantik dengan para pengelola yang baik |
Juli 2016 - Bersama orang-orang hebat yang mengelola Pulau Leebong dengan Cinta |
Bergaya bareng Pak Toto di Teak Garden Babelland :D |
Menikmati Cumbuan Pulau Leebong adalah judul tulisan saya di Majalah Xpressair edisi Januari 2017. Isinya, baik foto maupun tulisan, tidak jauh beda dengan apa yang pernah saya posting di blog ini sebelumnya. Hanya ada perbedaan dalam gaya bahasa saja. Saya coba muat lagi, dengan sedikit perubahan dari artikel aslinya di majalah. Barangkali berguna bagi yang belum pernah baca tulisan saya sebelumnya. Selain foto jepretan saya dan Mas Yopie Pangkey, saya tambahkan pula beberapa foto terkini Leebong yang saya ambil dari FB Pak Toto.
Surga tersembunyi, tidak salah bila Pulau Leebong dijuluki demikian. Pulau ini menyimpan banyak keindahan yang memanjakan mata, sekaligus membungakan rasa. Dikelilingi pantai pasir putih yang bersih, juga hutan bakau dengan air laut nan jernih.
Menikmati Cumbuan Pulau Leebong
Meninggalkan keramaian, demi 'surga kecil' nan sunyi di seberang pesisir Pulau Belitung. Menghilangkan sejenak hiruk pikuk Jakarta dengan melarikan diri ke tempat nyaman dan romantis di tepian laut. Tempat di mana setiap harinya berbeda, tapi selalu menghadiahkan hal yang sama, gairah dan inspirasi.
Belitung tersohor dengan deretan pantainya yang indah, terutama kumpulan batu granit yang menjadi ciri khasnya. Keelokan yang dimiliki Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang, Pulau Lengkuas, serta pulau-pulau di sekitarnya, membuat Belitung dibanjiri wisatawan. Namun, kali ini saya beralih pada Pulau Leebong, loka tenang nan memukau yang tersimpan di sebelah selatan Pulau Belitung. Senja di Pulau Leebong - Photo by Yopie Pangkey |
Surga tersembunyi, tidak salah bila Pulau Leebong dijuluki demikian. Pulau ini menyimpan banyak keindahan yang memanjakan mata, sekaligus membungakan rasa. Dikelilingi pantai pasir putih yang bersih, juga hutan bakau dengan air laut nan jernih.
Pulau pasir timbul yang terdapat di sekitarnya menyuguhkan hamparan pasir yang luas. Tentu tidak bisa dilewatkan begitu saja hanya dengan bermain air, karena pemandangan bawah lautnya juga memesona.
Disambut Pulau Pasir Burung
Pelabuhan Tanjung Ru menjadi titik awal keberangkatan kami menuju Pulau Leebong. Pelabuhan yang terletak di Kecamatan Badau, Belitung, kami capai dalam waktu kurang lebih 30 menit dari Kota Tanjung Pandan.
Pelabuhan Tanjung Ru menjadi titik awal keberangkatan kami menuju Pulau Leebong. Pelabuhan yang terletak di Kecamatan Badau, Belitung, kami capai dalam waktu kurang lebih 30 menit dari Kota Tanjung Pandan.
Tanjung Ru menampakkan sisi lain wajah Belitung. Berbeda dengan suasana di Pantai Tanjung Kelayang, di Pelabuhan Tanjung Ru tak saya jumpai deretan kapal nelayan pengangkut wisatawan, apalagi serakan batu granit raksasa, seliweran wisatawan, dan pondok-pondok jajan.
Pagi itu hanya ada satu kapal besar bermuatan barang dan penumpang tujuan Jakarta, dan sebuah perahu cepat yang sedang menunggu kami.
Baru lima belas menit sejak meninggalkan pelabuhan, samar-samar terlihat pulau pasir timbul di kejauhan. Pulau Pasir Burung namanya, sebuah suguhan awal sebelum menjejak Pulau Leebong.
Baru lima belas menit sejak meninggalkan pelabuhan, samar-samar terlihat pulau pasir timbul di kejauhan. Pulau Pasir Burung namanya, sebuah suguhan awal sebelum menjejak Pulau Leebong.
Pulau Pasir Burung - Photo by Yopie Pangkey |
Godaan pertama pulau pasir timbul ada pada hamparan pasirnya yang berwarna putih, berpadu dengan biru laut dan hijau hutan bakau yang memagari pulau-pulau di sekitarnya.
Hari itu kami beruntung. Langit biru sedang secerah kaca, berhias kumpulan awan putih cemerlang. Sinar matahari tumpah ruah. Di tengah pulau, ayunan kayu dan hammock yang terbiasa kesepian, bergoyang-goyang ditiup angin, seolah mengajak bermain.
Di sini, kami merayakan kegembiraan dengan menantang matahari, bermain air dan pasir, bersantai di hammock, mengamati kepiting kecil yang berlari-lari, menonton ikan yang berseliweran di bawah jetty, serta menyapa sekawanan burung yang hinggap dan terbang sesuka hati.
Burung-burung di Pulau Pasir Burung - Photo by Sugianto Leebong |
Keindahan Tersembunyi
Puas menyesap suguhan pulau pasir, kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Leebong. Jaraknya dekat, hanya selemparan pandang. Perahu melesat beberapa saat saja sudah sampai. Pada sebuah jetty yang menjorok jauh ke laut, perahu kami mendekat, lalu merapat.
Perairan di sekeliling Pulau Leebong tergolong dangkal. Itu sebabnya pengelola pulau membangun jetty yang panjang hingga ke tempat yang agak dalam supaya kapal mudah merapat dan mempermudah tamu naik ke jembatan. Selanjutnya tinggal jalan kaki menuju daratan.
Jetty |
Di pangkal jembatan sudah menunggu rimbun hutan bakau, menawarkan keasrian bagi siapapun yang memandangnya. Pulau Leebong memang berbeda dengan pulau lainnya di Belitung yang umumnya dikelilingi pantai pasir dan bebatuan raksasa saja. Di sini terdapat pantai pasir dan hutan bakau. Perpaduan dua karakter yang menyajikan kehangatan sekaligus kesejukan.
Penampakan hewan melata yang bergegas pergi di antara tumbuhan merambat yang tengah berbunga, menjadi kejutan di awal menjejak tanah berpasir di ujung jetty. Kondisi pulau yang masih alami, memungkinkan saya dapat mendengar kicau burung di sepanjang langkah terayun menuju area utama pulau.
Serangga-serangga cantik terbang rendah, menari lincah diiringi irama desau angin. Beberapa kera di dahan pohon sedang mengunyah buah, matanya memandang tajam, seakan hendak tanya, "Rombongan dari mana yang baru datang ini?"
Serangga-serangga cantik terbang rendah, menari lincah diiringi irama desau angin. Beberapa kera di dahan pohon sedang mengunyah buah, matanya memandang tajam, seakan hendak tanya, "Rombongan dari mana yang baru datang ini?"
Kera, salah satu satwa yang tinggal di pulau - Photo Sugianto |
Pesona pulau dengan luas 37 hektar ini terletak pada alamnya yang tetap pada kondisi murni yang menenangkan. Tampak jelas lanskap bentangan pantai berpasir putih berpadu dengan warna hijau rimbunan bakau, langsung mencumbu laut.
Sedangkan daratan utama pulau merupakan sebuah hutan hujan dengan pohon yang banyak, termasuk pohon simpor, memberikan populasi kepada burung lokal. Pohon simpor merupakan tumbuhan asli Belitung. Daunnya lebar, biasanya digunakan untuk membungkus makanan. Daun simpor juga dijadikan motif batik Belitung. Selain Simpor, di pulau ini juga banyak terdapat jenis pohon buah yang menjadi santapan burung, kera, dan satwa liar lainnya. Salah satunya jambu hutan.
Anggrek liar Dendrobium Aloifolium menjadi salah satu tumbuhan cantik yang bisa ditemui di hutan pulau ini. Menurut Pak Toto, tumbuhan anggrek tersebut menjadi bagian dari program konservasi. Perbuatan baik menjaga kelestarian alam Pulau Leebong menjadi hal yang wajib diikuti oleh siapapun yang berkunjung ke pulau ini.
Simpor, tumbuhan asli pulau Belitung |
Bunga liar tumbuh subur di pulau |
Aktivitas di Pulau Leebong
Ketika laut, udara segar, hutan pulau nan teduh, pantai bergelimang matahari pagi, dan senja nan syahdu bertindihan di sekeliling saya, maka tak ada waktu untuk sekedar duduk atau mendekam saja di kamar. Terlalu sayang melewatkan itu semua tanpa melakukan apa-apa.
Jika ditanya kapan waktu terbaik untuk menikmati keindahan Pulau Leebong? Jawabannya adalah sepanjang hari. Pulau kecil ini sangat menyenangkan untuk dijelajahi. Keindahan yang dimilikinya, baik di darat, laut, dan vegetasi subur nan hijaunya, bisa dinikmati sejak pagi hingga kembali bertemu pagi.
Pulau ini menjadi surga hewan-hewan yang rumahnya tetap aman tanpa digusur sana sini oleh pembangunan fasilitas. Ekosistem yang dibiarkan tetap ada, saya bisa menikmati keajaiban yang memesona itu tanpa kesulitan memahami sebabnya saat saya berjalan keluar tenda menyambut fajar merekah di ufuk timur.
Ketika laut, udara segar, hutan pulau nan teduh, pantai bergelimang matahari pagi, dan senja nan syahdu bertindihan di sekeliling saya, maka tak ada waktu untuk sekedar duduk atau mendekam saja di kamar. Terlalu sayang melewatkan itu semua tanpa melakukan apa-apa.
Jika ditanya kapan waktu terbaik untuk menikmati keindahan Pulau Leebong? Jawabannya adalah sepanjang hari. Pulau kecil ini sangat menyenangkan untuk dijelajahi. Keindahan yang dimilikinya, baik di darat, laut, dan vegetasi subur nan hijaunya, bisa dinikmati sejak pagi hingga kembali bertemu pagi.
Pulau ini menjadi surga hewan-hewan yang rumahnya tetap aman tanpa digusur sana sini oleh pembangunan fasilitas. Ekosistem yang dibiarkan tetap ada, saya bisa menikmati keajaiban yang memesona itu tanpa kesulitan memahami sebabnya saat saya berjalan keluar tenda menyambut fajar merekah di ufuk timur.
Bersepeda di hutan pulau |
Bersepeda di pantai |
Bersepeda dimana-mana |
Matahari Terbit
Pesona pagi hadir kala mentari mulai merayapi langit. Kabut yang terangkat menorehkan siluet seindah lukisan. Saya menyaksikan itu dari tepi pantai, tak jauh dari tenda yang saya tempati. Esoknya, saat bermalam di villa pohon, momen indah itu tak terulang, terhalang hujan yang tak jua reda hingga subuh menjelang.
Hujan atau tak hujan sama indahnya. Bergelung selimut hingga siang juga sesuatu yang tak tiap hari bisa di rasakan, bukan? Tidak ada yang menunggu untuk dikejar. Saya biarkan saja waktu berjalan semaunya. Di sini tempat untuk bersantai, tempat yang nyaman untuk mengosongkan pikiran dari kesibukan yang melelahkan pikiran.
Angin segar, udara bersih, hangat sinar sang surya, titik anjak yang sempurna untuk petualangan di pagi hari.
Jelang matahari terbit |
Keliling Pulau Leebong
Keliling pulau dengan jalan kaki, bersepeda, atau naik speed boat sama asyiknya. Sama-sama mengajak untuk melebur dalam suasana yang menjembatani sekat-sekat pengalaman dan hiruk pikuk kota.
Jalur pejalan kaki tersedia, di dalam hutan pulau sekalipun. Begitu juga sepeda, tinggal pilih, lalu kayuh saja ke tempat yang diinginkan. Mau ke pantai, ke hutan, atau ke ujung jetty, bebas dipakai untuk memuaskan diri dengan petualangan menjelajah pulau.
Suatu pagi kami bermain kayak, dengan baju yang kemudian menjadi basah. Tak lupa menjajal board boat dengan bangga, padahal tak bisa. Yang penting mendayung bersama, menciptakan tawa yang berujung gembira.
Kami berwisata mangrove pada sore hari. Naik perahu cepat, melaju di atas perairan dangkal, melintasi pulau-pulau yang dijajari bakau dan didiami burung-burung lokal. Sesekali perahu terhenti, terhalang dasar laut yang dangkal. Untuk wisata mangrove memang harus menunggu air pasang agar perahu lancar melintas.
Wisata Mangrove |
Main kayak bareng Geril |
Seru :) |
Pengelola Pulau Leebong membangun beberapa rumah pohon di pinggir pantai. Bukan sembarang rumah pohon, melainkan rumah pohon unik yang didesain dengan baik dan menarik. Kuat dan nyaman, bikin betah untuk duduk berlama-lama.
Umumnya rumah pohon dibangun tinggi, menggunakan tangga untuk naik. Bangunannya menempel pada pohon yang tetap dibiarkan hidup. Beberapa rumah pohon mampu menampung hingga 10 orang sekaligus. Beberapa lainnya lebih kecil dan pendek, hanya bisa dinaiki oleh 2-3 orang saja.
Setelah puas jalan-jalan keliling pulau, kami gunakan rumah pohon tersebut untuk bersantai. Sekedar duduk-duduk saja sambil menikmati hembusan angin sepoi-sepoi, atau berbincang akrab dengan seseorang sambil menyeruput minuman segar, semua sama menyenangkan. Apalagi ditemani suara debur ombak yang tak jarang membuat godaan untuk tidur jadi sulit untuk ditolak.
Bersantai di rumah pohon |
Tak ada yang lebih menarik untuk ditunggu di senja hari selain sorot keemasan yang berpendar bak cincin api, yang seketika menciptakan romansa jingga, menenggelamkan saya dalam euforia kesenyapan alam Pulau Leebong.
Menunggu matahari terbenam |
Malam yang Senyap
Pulau Leebong adalah pulau tak berpenghuni yang masih tersembunyi. Pengunjung baru seperti saya awalnya menduga pulau ini tak memiliki penginapan, apalagi restoran. Tapi dugaan saya keliru, pulau ini memiliki fasilitas yang lengkap.
Penginapan yang disediakan berupa rumah pohon yang dirancang dengan desain arsitektur tradisional Indonesia. Menggunakan kayu apung dan atap alang-alang sehingga berpadu dengan lingkungan. Salah satu sisi dindingnya terbuat dari kaca, memungkinkan untuk melihat pemandangan di luar.
Villa pohon tempat bermalam |
Pada siang hari, dari balik kaca saya bisa merasa dekat dengan alam. Pada rimbun dedaunan, burung-burung terbang, langit biru, juga kera yang sesekali muncul. Sedangkan pada malam hari, saya bisa menonton langit penuh bintang dari ranjang yang saya tempati tanpa khawatir ada hewan masuk yang akan mengganggu ketenangan saat beristirahat.
Menginap di rumah pohon menjadi pengalaman paling berkesan. Merasakan senyap paling senyap di malam hari. Tanpa suara-suara dari alat-alat elektronik modern. Hanya suara-suara dari alam dan hewan malam. Terkadang menghadirkan rasa takut, selebihnya dibuai oleh ketenangan.
Rasa yang sama juga ada kala menjajal bermalam di tenda dengan sensasi lebih fantastis. Letak tenda cukup dekat dengan laut, membuat suara debur ombak seperti begitu dekat dengan telinga. Apalagi malam hari, udara lebih terasa dingin, angin pun lebih ribut dan kencang. Menggagalkan kantuk, tapi akhirnya tertidur juga.
Bermalam di tenda |
Merengkuh insting hewan di dalam diri, keluar malam, pergi ke laut, berenang, menangkap udang dengan jaring. Sebuah tawaran yang belum sanggup saya ambil. Baru sebatas duduk-duduk santai di pantai. Menghangatkan badan di dekat api unggun yang telah dinyalakan. Berbincang apa saja, ditemani kopi panas yang sayang untuk buru-buru diseruput. Malam syahdu duduk beralas rumput, beratap langit yang mempertontonkan taburan bintang gemintang, membuat lupa untuk lekas bergelung selimut.
Kesenyapan itu, dengan hutan dan desau anginnya, dengan laut dan debur ombaknya, menjadikan Leebong bagai pulau yang “membekukan laju waktu”. Suasana malam pulau ini, adalah sepenggal dunia lain yang begitu indah, tidak ada waktu untuk berkutat dengan gawai.
Pulau Leebong adalah destinasi sempurna untuk wisatawan yang merindukan suasana senyap di tepian laut. Tempat ini membantu seseorang untuk bangkit kembali saat ia kehilangan gairah perjalanannya.
Senyap di malam hari |
Senyap di pagi hari |
HOW TO GO
Belitung dapat dicapai dari Jakarta dengan pesawat Sriwijaya Air, Lion Air, Garuda, dan Citilink. Waktu tempuh sekitar 1 jam. Dari bandara H.A.S Hanandjoeddin Tanjung Pandan, sewalah mobil ke Pelabuhan Tanjung Ru di Kecamatan Badau, Belitung Selatan. Waktu tempuh sekitar 30 menit. Dari pelabuhan Tanjung Ru tinggal naik perahu cepat selama 15 menit ke Pulau Leebong. Jika kita memesan paket tour, biasanya mobil dan perahu sudah disiapkan. Kita tinggal menunggu untuk dijemput dan diantar.
Kami dijemput dan diantar dengan speed boat ini |
WHERE TO SLEEP
Di Pulau Leebong tersedia villa pohon yang dilengkapi AC, kamar mandi shower dengan air panas dan dingin, double bed, serta komplimen, amenities dan toiletries yang lengkap. Fasilitas di dalamnya tak ada bedanya dengan kamar hotel bintang 3. Tersedia juga tenda berkapasitas 20 orang. Di dalamnya dilengkapi kelambu yang disediakan untuk tiap orang. Terdapat AC portable sebagai pendingin ruang tenda. Kamar mandi luar dengan shower air panas dan dingin.
Kamar tidur di rumah pohon (Juli 2016) |
Kamar mandi di rumah pohon (Juli 2016) |
WHERE TO EAT
Satu tempat berjuta rasa. Pondok makan Pulau Leebong menyuguhkan konsep segar dengan citarasa hotel berbintang, menjadi surga baru bagi para pencinta kuliner. Makanan khas Belitung seperti Gulai Gangan, tersuguh bersama masakan Nusantara dan Chinesefood. Dimasak dengan cakap dan disajikan menarik.
Restoran mengusung gaya natural pada setiap sentuhan dekorasinya. Furniture kayu menghiasi setiap sudut restoran berpadu serasi dengan alam terbuka, menciptakan kenyamanan tanpa batas. Suasana berbeda yang saya dapatkan sambil menikmati beragam kuliner khas daerah atau santapan laut yang amat segar dan lezat.
LEEBONG ISLAND
Leebong Island, Belitung - Indonesia
Telp:+62 21 5438 1355 , +62 21 5438 1356
HP: +62 812 9770 0776 (WhatsApp/LINE)
HP: D911E276 (BBM Pin)
Official website: www.leebongisland.com