Seorang wanita dari bagian digital marketing produk skincare merek anu:
"Mbak Kate, kita mau kerjasama lagi, produknya masih seperti tahun lalu plus tambahan 3 macam produk lainnya. Tugasnya nanti sama kayak tahun lalu tapi jumlah postnya lebih banyak. Temanya masih sama, produk skincare untuk mereka yang aktif dan hobi traveling."
Saya tebalkan bagian tambahan produk dan jumlah post karena itu berarti bukan lagi SAMA tapi BEDA. Ada penambahan jumlah materi dan post story, 10 kali lebih banyak dari tahun lalu. WOW banget kan. Meski demikian, saya beri rate yang sama seperti tahun lalu. Saya anggap ini "repeat order" dan saya dengan senang hati menerimanya meski tugasnya nambah.
"Tapi rate nya kita nggak bisa segitu lagi mbak Kate, cuma bisa separuhnya. Dan, tolong beri saya insight terbaru dari IG mbak, profil terbaru, dan beberapa link post produk skincare merek lain."
Saya catat, harga setengah dari sebelumnya, dan dia butuh banyak data, yang artinya saya harus meluangkan waktu buat mengerjakannya. Tapi, saya tetap beri apa yang dia minta, tanpa harus menyatakan setuju dengan rate yang dia beri. Biar dia lihat dulu insight IG saya, siapa tahu dengan data yang kinclong dia jadi urung nawar he he
Seminggu berlalu, dan tak ada kabar. Sebulan kemudian saat saya sudah lupa, sebuah pesan masuk berbunyi begini: "Maaf kita belum bisa kerjasama dulu Mbak Kate. Ratenya belum cocok."
Itu saja. Tak ada penjelasan lainnya. Tapi kesimpulannya: Dia cocok dengan profil dan insight, tapi ga cocok di rate.
"Mbak Kate, kami melihat profil mbak cocok sekali untuk jadi influencer tetap kami. Blog maupun medsos mbak sudah sesuai dengan kriteria yang kami cari. Kami tawarkan ini, itu, anu, dan total semuanya sekian yang mbak dapat tiap bulannya. "
Sebuah angka yang menggiurkan tertera di email. Bukan main senang rasa hati.
"Ini bisa berlangsung 1-2 tahun ke depan. Nanti tugasnya di blog begini, begitu, dan begono. Sekarang tolong siapkan semua data yang kami perlu: Pageview bulanan, 10 link artikel kerjasama dengan produk serupa seperti yang kami jual, insight IG, link postingan IG, link artikel dengan view di atas sekian dalam perbulan, link ini, link itu, link anu, screenshot ini, schreenshot itu, screenshot anu, ...."
dan masih banyak lagi permintaan lainnya yang harus saya buat dan kerjakan dalam waktu singkat. Sementara, saat itu saya sedang sibuk dengan urusan keluarga, agak susah buat duduk depan laptop dalam waktu lama, tapi tetap saya kerjakan.
Dua minggu berlalu, saya tanyakan gimana kelanjutannya, katanya belum ada. Sebulan kemudian dikabari: Masih pending dan nggak tahu kapan akan dilanjutkan.
Ok deh, berarti belum butuh dalam waktu dekat seperti diawal ditawari yang katanya butuh segera dalam minggu itu juga haha
"Mbak Kate kok nggak diundang jadi narasumber sih, kan lagi rame banget tuh acara-acara di berbagai komunitas yang undang para blogger buat berbagi ilmu dan pengalaman?"
Kekepoan yang saya jawab dengan satu kalimat:"Mungkin saya belum cocok, atau belum pantas...."
"Mungkin rate mbak Kate aneh!"
Saya tergelak. Entah dia bercanda atau memang serius, terserah.
Ya nggak apa dianggap aneh, atau bahkan bikin pengundang kapok. Berprasangka baik saja, anggap saja mereka bukan target saya. Dah gitu aja.
Tak lama setelah dicap punya rate aneh, seorang wanita tampak tergesa mencari saya. Dia kirim pesan di IG, di Inbox FB, bahkan sampai ke WA. Intinya, ia menemukan saya karena merasa cocok dan tepat sekali untuk dijadikan narasumber di salah satu acara dalam gelaran festival ekonomi syariah (karena saya suka travel dan saya muslimah).
Kaget saya dibuatnya, karena yang undang bank guede cuy! Selain kaget, saya juga terbang. Melayang rasanya ada bank cari-cari saya. Mention nggak nih banknya? haha
"Wah bank gede itu, bujetnya pasti besar, kasih aja rate anehmu...," kata seorang kakak senior yang udah malang melintang jadi narasumber diberbagai event gede. Saya dikomporin! Oh iya, sewaktu dapat tawaran jadi narasumber ini saya konsul lho ke Mas A, Yuk A, dan teman-teman dekat di WAG TBI (bukan singkatan travel blogger Indonesia lho haha).
"Gak ah, nanti dia pergi dan menghilang kalau liat rate saya."Saya serius saat mengatakan hal ini.
Kami tergelak bersama. Tapi beneran, saya nggak kasih rate aneh sama si mbak itu, malah bilang begini,"Saya ikut bujetnya aja mbak, yang penting acaranya lancar dulu, dan sayanya bisa tampil dengan baik sesuai harapan...."
Sengaja "memurahkan diri" biar nggak kabur setelah baca rate seorang Katerina hahaha
Eh, ternyata....rejeki ini sungguh tak bisa ditebak ya, saat saya "terserah lu dah mau bayar berapa", taunya malah diberi honor sejumlah rate aneh yang nggak pernah saya sebut. Wuaaah!
Udah lama nggak ngelomba di blog, sekalinya ngelomba saya bekerja keras, tapi belum menang jadi juara utama haha
"Kalah berlomba kok bisa jadi juri kemarin-kemarin itu mbak?" tanya teman. Ha? Teman apaan ini? haha
"Iya, mungkin saya cocoknya jadi juri aja, bukan ngelomba. Tapi lagi sepi lomba nih. Sepi pula yang ngundang hiks." (Udah bagus belum cara saya menyanjung diri sendiri di sini? wkwk)
Pas saya ngomong gitu, ada bapak-bapak kirim pesan di WA. Isinya gambar/banner dan video. Dalam hati "Apaan nih?"
"Ini banner lomba mbak Kat, dan ini video festivalnya. Kita mau ngundang mbak jadi juri lomba vlog lagi nih."
Waduuuuh....pucuk di nyinyir, undangan ngejuri tiba! haha
"Nanti kita siapkan honor sekian, tiket PP, hotel, dan semua kebutuhan selama di kota kami."
Waaks!
"Mbak Kate jalan-jalan buang stres karena ga ada job ya?"
Wuaduuuh hahaha. Saya mah ga mati gaya ga ada job, apalagi stres. No! Soal job, kalau ada alhamdulillah, nggak ada ya nggak apa-apa. Santuy ah.
Yang liat saya jalan-jalan baru-baru ini (mungkin liat postingan di IG @travelerien), saya nggak sedang dalam rangka liburan ya. Tapi lagi ada kerjaan demi masa depan yang lebih cerah dan bergelimang harta wkwkw. Iya, saya dan suami sedang ada urusan, tapi tetep dong ada waktu senggang yang kami manfaatkan untuk refreshing di alam bebas.
Eh, siapa kira pas lagi posting-posting banyak foto sedang main di alam, malah diundang jadi juri untuk lomba yang berkaitan dengan kelestarian alam.
Penyelenggaranya organisasi non profit kelas internasional. Yang undang managernya langsung. Woah diundang kedua kali jadi juri event mereka! Kapan saya nyangka?
- Jika ada yang nawarin job, berarti profil kita cocok dengan syarat yang dibutuhkan. Sebelum dihubungi, pasti sudah dicek dulu kita ini siapa dan bagaimana. Syukuri itu karena tanpa kita berlelah-lelah menawarkan diri, mereka sudah mencari dan menemukan kita. Kalau kemudian nggak jadi karena alasan rate, itu berarti bukan karena kita belum punya kemampuan untuk mengerjakan job mereka, tapi karena merekalah yang belum punya kemampuan untuk bayar rate sesuai standar kita.
- Jika ada yang pergi gitu aja pas kita lagi ngarep-ngarepnya, anggap saja mereka bingung mau berkata apa. Bisa jadi malu dan merasa nggak enak. Bisa jadi juga memang nggak punya etika. Syukuri aja kita masih bisa sedih tapi mampu menahan diri nggak banting hp karena kesal baca chat yang nggak dibalas-balas haha
- Jika ada yang bilang kamu sok jual mahal, anggap saja yang berkata begitu sotoy, alias sok tahu. Kalau kita punya keahlian, dan kita mumpuni pada bidang yang kita jalani, normal kok jika punya standar. Jangan berbisnis dengan orang yang hanya melihat angka kita tapi nggak mau melihat lebih dalam pada kemampuan dan pengalaman kita.
- Jika ada yang bersikeras ingin pakai kita tapi ratenya ga sesuai, jangan paksakan diri menerima, karena bekerja dengan terpaksa, hasilnya nggak akan maksimal. Bekerja nggak ikhlas, terima honor juga nggak ikhlas. Kasihan hati, nanti lelah nangis he he
- Kalau nggak cocok, "berpisahlah" baik-baik. Yang kasih job sih baiknya pamit dan kasih penjelasan, biar gak ngegantung orang. Nanti dikatain tukang PHP lho. Yang nggak jadi dikasih job, juga mesti berkata baik. Jangan menghina rate kecil yang ditawarkan, bisa jadi memang bujet mereka segitu adanya. Apalagi di masa pandemi gini ya, banyak sektor terdampak, tapi para pengusaha tetap ingin promosi agar jualannya tetap laku. Kalau murah hati ya terima aja jobnya dengan rate seadanya nggak usah ngedumel atau malah ngajak orang rusuh. Kalau nggak sanggup ya tolak saja dengan baik, atau carikan pengganti. Jadi, bisa sama-sama enak.
- Jika gagal kerjasama, yakinlah bahwa itu belum rejeki kita, dan percayai juga bahwa kita pun belum jadi rejeki mereka. Jangan selalu mikir bahwa kita yang kehilangan mereka, pikirkan juga bahwa kadang justru merekalah yang kehilangan kita.
- Yakinlah bahwa ada yang lain yang akan memberi kita pekerjaan sesuai dengan yang kita mau. Mau bukti? Itu di atas saya sudah ceritakan. Selama pandemi ini, beberapa kali lepas dari tawaran kerjasama, diejek ga diundang jadi narasumber, dinyinyirin level juri kok kalah lomba, eeeh tahunya......malah diundang jadi juri lomba di event festival kelas provinsi yang disahkan oleh kementrian, dibayar pakai "rate aneh" jadi narasumber acara nasional oleh bank sentral negara, diundang jadi juri event lomba yang diselenggarakan oleh organisasi internasional, dapat kerjasama jangka panjang dengan pengusaha perhotelan, dll yang nggak pernah saya duga bakal menghampiri saya di musim krisis gini. Duh, saya kayak sombong ya sebut itu semua, tapi beneran ya itu sebagai contoh aja biar kalian kuat, jangan lemah dan sedih bila ada job lepas dari tangan, atau ga kebagian job di dunia perbloggeran...
- Personal profil, insight IG, insight blog, portofolio...semua akan menemukan jodohnya sendiri pada job mana ia akan bergandengan tangan dan saling memeluk. Tidak usah khawatir soal job, buat aja konten yang bagus dan menarik, dan jadilah konsisten. Nanti tawaran akan datang dengan sendirinya, dan saat itu, jangan ragu untuk bikin "rate aneh". hehe.
Berapa sih rate kerjasama untuk blog, IG, juri, dan narasumber ala Travelerien? Nanti di postingan berikutnya saya tulis 😃
Ciayo!