Quantcast
Channel: TᖇᗩᐯEᒪEᖇIEᑎ
Viewing all articles
Browse latest Browse all 778

Mendukung Minat Anak Untuk Membangun Kepercayaan Diri dan Menjadi Berani

$
0
0

Karya Aisyah untuk Lomba Graphic Design dalam Islamic Festival 2021

Sabtu siang 13/3, ketika saya dan suami sedang berada di Vivacious Bintaro. 

"YEAAAAAAAAAAAAAAAAA"

"JUARA 2222222222"

Ada chat masuk ke WhatsApp Grup "ARIF FAMILY" yang beranggotakan suami, saya, dan kedua anak saya. Aisyah mengirim pesan. Seperti biasa, heboh. Kalau mengetik, selalu luber huruf atau pun angka. Gak cuma huruf dan angka yang digunakan, sticker pun bejibun. Kadang pernah kirim ratusan pesan, saya kira ramai ngobrol apaan, tahunya dari dia doang. Heboh sendiri dan lebay haha. Terlalu ekspresif.

Pernah dia manggil saya di WA "Maaaaaaaaaaaaaa.....Maaaaaaa....". Nah, kalau kelamaan ga saya baca, karena memang belum buka WA, dia bakal ngetik kata Mama sampai belasan kali. Kalau gak dijawab juga, dia kirim sticker macem-macem. Lalu diujungi dengan sticker tertawa. Dia melakukan itu hanya dalam waktu 1 menit. Padahal, mamanya lagi di kamar atas, bisa dipanggil pakai suara, kenapa harus nunggu dijawab pakai chat, ya, kan? haha

Ekspresi hebohnya Aisyah itu juga tampak dalam bentuk nyata, yang artinya nggak cuma dalam bentuk tulisan dan gambar, tapi dalam perilaku langsung. Dia juga jahil, sering mengisengi saya, suami, dan abangnya. Jahil yang terbatas ya, sifatnya untuk bercanda. Dengan teman dekatnya, sepupu-sepupunya, juga sama heboh kalau sedang ngobrol, baik via teks maupun lisan. Kalau dilihat, si Aisyah ini nggak tampak pemalu, malah kayak malu-maluin he he

Tapi, Aisyah Pemalu! Begitu kata guru-guru dan wali kelasnya di SMP. Lho!??

Aisyah dan hasil kerajinannya: Tote bag yang dihias dengan kain flanel dan bahan bekas


Anak Perempuan Pemalu

"Aisyah Pemalu, ya, bun?"

Ha? Pemalu? 🤔

Sejak dia masuk SMP, oh sebetulnya sejak sekolah dari rumah karena pandemi ya, yang artinya sejak semester akhir kelas 6 SD, jadwal zoom kelas rutin dilakukan tiap hari, di tiap mata pelajaran. Nah, waktu awal-awal mulai ada zoom kelas, Aisyah mau menyalakan video dan mic. Mungkin karena waktu itu zoom-nya satu arah, siswa-siswi hanya menyimak, tanpa interaksi.

Setelah KBM dimulai, aktivitas Zoom mulai berubah, menjadi dua arah. Ada interaksi sesama siswa dan antara guru dengan siswa. Nah, di sinilah Aisyah mulai menunjukkan perubahan. Dari yang tadinya menyalakan mic dan video, jadi dimatikan. Katanya malu.

Sistem belajar online dan ujian online, yang gak pernah ada sebelumnya, sungguh bukan hal mudah saat itu, ditambah lagi Aisyah yang tiba-tiba tidak percaya diri tampil di kelas. Kalau dipikir, bukankah situasinya sama saja seperti waktu sekolah offline, lagipula yang dihadapi dalam ruang Zoom itu adalah teman dan guru yang sudah biasa dia jumpai secara langsung, lantas kenapa mesti malu? Ingin rasanya mengatakan hal itu pada Aisyah, tapi cukuplah sebatas ingin saja, saya tidak akan menekan Aisyah untuk jawaban KENAPA.

Alhamdulillah apa-apa yang jadi kendala bisa dihadapi, dijalani, dilewati, dan akhirnya Aisyah lulus SD. Setelah itu lanjut masuk SMP, masih sekolah swasta, di yayasan yang sama. 

Di SMP dia beradaptasi dengan banyak hal. Teman-teman baru, guru baru, suasana baru, pelajaran-pelajaran baru, dan tentunya ada cara belajar baru yang tidak dia jumpai saat masih SD. Jadwal belajar kini jadi lebih padat, sibuk, dan panjang. Grup kelas di WA aktif terus, ada saja yang dibahas perihal kegiatan belajar. Tiap hari ada beberapa kali zoom, dan sudah pasti tiap hari mengerjakan tugas-tugas di Google Clasroom. Sejak pagi sudah online, kelar jadwal kelas tetap online, bahkan pernah sampai sore, mengerjakan tugas-tugas. 

Hingga suatu ketika.....

Saya mendapat laporan dari guru dan wali kelasnya, bahwa Aisyah ada masalah dengan kehadiran di Zoom.

"Bunda, Aisyah hadir terus kan di zoom kelas? Videonya dimatiin terus bun."

"Bun, videonya udah ada, mic-nya yang mati. Kalau disapa gak ada suaranya. Kalau ditanya, jawabnya malah pakai teks"

"Bunda, video dan mic-nya udah nyala, tapi kameranya ngadep ke atas, keliatan kerudung bagian atas kepala saja, wajahnya enggak. Mic-nya udah nyala, udah mau jawab pakai suara, tapi suaranya kayak bisik-bisik."

"Bun, dia udah liatin wajah, tapi pakai masker."

Wali kelas : "Bun, laporan guru mapel kok sama ya bun soal Aisyah? Ga tampil. Kemarin pas acara Apsi, saya bagikan tugas ke anak-anak, saya suruh pilih mau lakukan apa untuk acara Isra Mi'raj. Hanya Aisyah yang pilih tugas bikin desain untuk video. Makanya bunda nggak liat dia pas live streaming. Temannya yang lain pada milih tampil jadi MC, nasyid, baca puisi, baca Quran, baca doa, dll."

Saya menerima semua laporan itu dengan lapang dada, dan sumringah. Bahwa masalah Aisyah adalah TIDAK BERANI TAMPIL. Tapi di balik itu, dia tetap memilih melakukan tugas, sesuai dengan apa yang dia bisa dan suka.

Soal tampil dan bicara di Zoom kelas, memang tidak boleh dibiarkan. Tapi bukan berarti harus dipaksakan. Toh selama ini, dia berhasil mengerjakan semua tugas di Google Classroom dengan baik, tepat waktu, dan ada nilainya kok dari guru-gurunya. Hanya soal tampil di ZOOM dan di acara-acara saja yang jadi catatan kekurangannya.

Apa yang kemudian saya lakukan ke Aisyah? Mengomeli kekurangannya? Saya memilih mendukung kelebihannya.

Hobi belajar hal baru, lalu tekun, dan jadi karya. Ini adalah makrame pertama yang Aisyah buat. Senangnya bukan main, lalu bikin lagi, jadi dekorasi rumah.

Mendukung Minat Anak Untuk Membangun Kepercayaan Diri dan Menjadi Berani

"Ayo dek, mama ikutkan kamu kursus online animasi, manga, desain, gambar, lukis, ini, itu...."

Ai: "Ayo Ma!"

Aisyah girang bukan main karena saya bukan malah mengajaknya untuk kursus tampil, kursus ngomong, kursus berpose, kursus ini itu yang sifatnya tampil berdiri/bicara depan orang banyak.

Kebayang nggak sih, anak pemalu dipaksa berani? Dia bakal kesal, sedih, bahkan kecewa, dan terpaksa. Yang ada dia jadi nggak mood mengikuti pelajaran. 

Buat saya pribadi, selama dia tetap mengikuti kelas dan mengerjakan tugas-tugas, tampil bukan hal prioritas. Tapi bukan berarti dia nggak saya ajak untuk berubah menjadi berani ya. Tetap saya dorong, tapi pakai cara yang tepat, lewat apa yang disukainya. Karena saya tahu, mengubah sesuatu itu bukan SIM SALABIM!

Saya ajak Aisyah melakukan apa yang dia sukai dan belajar apa yang dia sukai. Dia tidak harus menjadi seperti yang orang mau, tapi silakan menjadi seperti apa yang dia mau.

Ada beberapa kursus (online) yang diikuti Aisyah, salah satunya di Tebet Education Center. Di situ dia belajar manga. Dia sendiri yang minta, saya kasih. Dia juga minta belajar desain, saya ikutkan kelas belajar desain Canva. Dia minta belajar editing video, abangnya auto jadi guru. Dia minta dipasangkan sejumlah aplikasi desain dan animasi di HP dan laptop, saya pasang semua, dari yang gratis sampai berbayar. Pokoknya setiap dia minta ikut kelas atau minta dipasangkan aplikasi yang berkaitan dengan kesukaannya, saya kasih. 

Selain hobi membuat gambar dan desain, Aisyah juga hobi bikin prakarya. Ada saja produk kerajinan yang dia pelajari di sekolah dan di youtube, dia praktekkan, dan dijadikan kegiatan harian di rumah seperti membuat makrame, menghias tote bag, dan membuat produk dekorasi lainnya. Ada yang menggunakan barang bekas, ada yang harus pakai bahan baru. Hasil kerajinan Aisyah saya pajang di rumah, selain manis sebagai dekorasi, juga sebagai penghargaan atas karyanya. Siapa lagi yang menghargai karya anak kalau bukan saya sendiri sebagai orang tuanya?

Saya senang Aisyah terampil pada hal-hal yang dia sukai. Dan dari semua hal yang dia sukai itu dia amat percaya diri. Saat dia percaya diri, dia jadi berani. Nah, inilah yang hendak saya bangun dalam diri Aisyah. Memperkokoh kepercayaan dirinya dulu, agar ketika menjadi berani dalam berbagai hal, keberaniannya itu jadi kuat. 

Juara 2 alhamdulillah


Dari lomba yang dimenanginya, Aisyah mendapat hadiah uang tunai dan sertifikat

Pengalaman Menang Lomba Design Graphic

Balik lagi ke soal chat Whatsapp dari Aisyah pada Sabtu sore (13/3). 

Jadi, siang itu dia sedang mengikuti live streaming puncak acara Islamic Festival 2021 di Youtube. Nah, dalam acara itu ada sejumlah pengumuman pemenang dari berbagai lomba yang sudah digelar selama 2 minggu. Salah satu pengumuman yang ditunggu oleh Aisyah pastinya pemenang Lomba Design Graphic.

Tak disangka, nama Aisyah disebut sebagai juara 2. Tentunya, kemenangannya mewakili nama sekolah, sebab lomba diikuti oleh peserta dari berbagai sekolah lainnya. Itu kenapa Aisyah langsung heboh di grup WA keluarga, mengabari saya dan suami, serta abangnya.

"YEAAAAAAAAAAAAAAAAA"

"JUARA 2222222222"

Alhamdulillah. Bisa terbaca luapan kegembiraan yang dirasakan Aisyah dari huruf-huruf yang dia ketik dalam ruang chat itu. Senang? Tentu.

Boleh jadi Islamic Festival 2021 yang digelar bukan ajang besar dan bergengsi, tapi bagi seseorang, sekecil apapun gelarannya, berkarya adalah DUNIA-nya, dan itu besar. Karena dari sana, kepercayaan diri bisa dibangun, atau bertambah, dan menjadi kebahagiaan tersendiri.

Inilah yang selama ini saya cari dari mendukung minat anak, yaitu kebahagiaan si anak. Bukan mendukung apa yang orang mau dari anak saya.

Aisyah memang bukan seperti abangnya yang berani tampil dan cuap-cuap di depan banyak orang, baik offline maupun online, tapi Aisyah saat ini adalah dirinya sendiri. 

Bukan hal yang tak mungkin suatu saat keadaan berubah, dia menjadi pemberani.

Merasa malu punya anak pemalu? NO!


Viewing all articles
Browse latest Browse all 778

Trending Articles