Indonesia adalah salah satu dari 12 negara di dunia yang dilintasi garis khatulistiwa. Namun, hanya Kota Pontianak yang persis memisahkan belahan bumi utara dan selatan. Saya tepat di titik tersebut saat mengunjungi Tugu Khatulistiwa.
|
Berdiri di titik nol bumi yang memisahkan belahan bumi utara dan selatan, di Tugu Khatulistiwa, Pontianak. |
April 2019, saya menjejak Pontianak di musim yang baik, tanpa hujan dan badai, hanya panas yang tak henti menyengat.
Saya bepergian dengan orang-orang hebat yang membawa misi penyelamatan bumi untuk menanggulangi global warming. Catatan mengenai acara itu dapat dibaca di link berikut: Roadshow Forest Talk with Blogger Untuk Lestari Hutanku. Bersama mereka saya memeluk sejumlah pengalaman spesial. Bertandang ke Tugu Khatulistiwa untuk melihat ikon sejarah Kota Pontianak adalah salah satunya.
Google Map menampilkan data letak Tugu Khatulistiwa berjarak 11,1 kilometer dari Hotel Ibis Pontianak yang kami inapi. Tak ada keraguan untuk menuju ke sana, malahan rugi bila saya menolaknya.
Berangkat berempat dengan Manager Climate Reality Indonesia Bu Dr. Amanda Katili, Tropenbos Indonesia Bu Dr. Atiek Widayati, dan Tim Forest Talk dari Yayasan Dr. Sjahrir (YDS) Hendika Gunawan, kami berkendara menuju Tugu Khatulistiwa yang beralamat di Jl. Khatulistiwa, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Pontianak KALBAR.
Siang menjelang petang saat itu, sinar matahari masih begitu garang, saya terpicing-picing silau. Udara terasa sangat panas, pendingin udara di mobil seolah tak bisa melawannya, saya kegerahan. Kota ini panas sekali. Supir mengatakan ia sudah biasa dengan udara yang jarang berperikesuhuan itu. "Dasar matahari nggak ada akhlak," katanya. Saya terkekeh mendengarnya.
Perjalanan begitu lancar, tak ada kendala sampai kami tiba di kompleks Tugu Khatulistiwa. Mobil melaju santai memasuki area parkir yang tak nampak mewah, jauh dari kesan modern dan canggih, bahkan terlihat bolong di sana sini. Salah saya sendiri mengapa membandingkannya dengan area parkir di gedung-gedung wisata di ibukota negara, Jakarta.
Suasana terasa begitu lengang, sepi merajai lahan parkir yang cukup luas. Lalu saya terheran-heran, parkirannya becek! Lho, di tempat ini hujan? Apa saya baru saja berpindah planet? Imajinasi liar itu saya tebas dengan bersegera melangkah menuju tugu yang tak dikenai biaya masuk alias GRATIS.
|
Genangan air di jalan menunjukkan adanya hujan sebelum kami tiba di komplek Tugu Khatulistiwa. Keadaan yang bikin saya heran. Sepanjang perjalanan menuju tugu kering kerontang dan panas, tiba di lokasi malah basah. Tapi langit terlihat cerah ceria. Seceria hati yang baru pertama kali tiba di titik nol belahan bumi utara dan selatan. |
|
Monumen Tugu Khatulistiwa diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Barat yakni Parjoko Suryokusumo pada 21 September 1991. Sekarang, kompleks Tugu Khatulistiwa dilindungi oleh Pasal 26 UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
|
|
|
20/4/2019 - Beberapa pengunjung lain selain kami. Hari itu terlihat tak banyak pengunjung datang bersamaan, tapi silih berganti. Tiket masuk GRATIS. Seingat saya, kami hanya bayar parkir Rp 1.000,- |
|
Foto bersama di depan tugu. Kiri-kanan: Hendika Gunawan, Bu Amanda Katili Ph.D (Manager Climate Reality Indonesia), saya, Bu Dr. Atiek Widayati, Ms.C (Tropenbos Indonesia). |
Di bagian dalam dekat pintu masuk, seorang pria menyambut ramah. Dipersilakannya kami masuk dan dijelaskan beberapa hal yang bisa kami lihat dan ketahui selama berkeliling. Tak lupa menyebutkan spot wajib buat berfoto.
Spot foto yang dimaksud adalah titik nol garis bumi yang membelah bumi bagian selatan dengan bumi bagian utara. Jika sudah berdiri di situ, melangkah bolak-balik dalam satu langkah saja, berarti telah melintasi titik nol tersebut.
Kemudian, sebagai tanda telah melintasi titik tersebut, pengunjung bisa mendapatkan Piagam Perlintasan Khatulistiwa. Seingat saya, saat itu ada biaya cetak sebesar Rp 10.000,- per piagam. Saat tulisan ini dibuat, saya diinfo oleh teman Dodon Jerry, tidak ada biaya cetak lagi alias free.
Ruang dalam tugu ternyata berbentuk lingkaran, mengikuti bentuk kubah di atasnya. Dari luar, bangunan ini terlihat pendek saja, namun setelah masuk, ternyata cukup dalam sehingga memiliki langit-langit yang tinggi. Hal ini di karenakan lantai ruangan pamer lebih rendah dari permukaan tanah. Lantai atas adalah lantai yang pertama kita masuki. Namun antara lantai atas dan bawah dibuat tanpa sekat alias terbuka, jadi jika berdiri di dekat pintu masuk, kita bisa menebar pandangan ke seluruh ruangan, tanpa penghalang.
Ruangan terlihat temaram, minim cahaya yang bersumber dari listrik. Matahari saja yang dibiarkan mengirim sinarnya. Cahayanya jatuh mengenai titik nol, kadang terlihat di pilar, dan di mana pun itu, isi ruangan jadi bisa terlihat. Meski begitu, hasil foto saya jadi tidak sempurna karena kurangnya cahaya. Lain waktu kalau datang lagi, apa saya perlu bawa studio lighting ke sini? 😂
|
Tulisan plat di bawah anak panah tertera 109o 20' OLvGr menunjukkan letak berdirinya tugu khatulistiwa pada garis Bujur Timur. |
|
Bangunan tugu terdiri dari 4 buah tonggak kayu belian (kayu besi), masing-masing berdiameter 0,30 meter, dengan ketinggian tonggak bagian depan sebanyak dua buah setinggi 3,05 meter dan tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,40 meter. Diameter lingkaran yang ditengahnya terdapat tulisan EVENAAR (bahasa Belanda yang berarti Equator) sepanjang 2,11 meter. Panjang penunjuk arah 2,15 meter. |
|
Foto-foto yang terpajang di dinding berasal dari era 1930-an hingga saat ini. Terdapat foto kunjungan tokoh penting dari dalam negeri dan mancanegara. Ada juga penjelasan mengenai pengetahuan dunia astronomi, seperti data bumi, tata surya, bintang, bulan, matahari dan galaxi. Terdapat juga lukisan relief yang menggambarkan Kota Pontianak dan Tugu Khatulistiwa. |
Tugu Khatulistiwa dibangun pertama kali pada tahun 1928. Pada saat itu tugu yang dibangun berbentuk tonggak dan anak panah. Sejarahnya bermula ketika rombongan ekspedisi internasional dari Belanda tiba di Pontianak. Tujuan mereka adalah menetapkan titik khatulistiwa di kota tersebut.
Pada masa itu tugu dibangun dengan menggunakan ilmu astronomi. Pengukuran yang dilakukan oleh para ahli geografi tanpa menggunakan alat-alat canggih seperti satelit maupun GPS. Mereka hanya berpatokan pada garis yang tidak rata atau bergelombang dan berpatokan pada benda-benda alam seperti rasi bintang.
Kemudian pada tahun 1930, tugu tersebut disempurnakan dengan penambahan lingkaran di bagian atas tugu. Pada tahun 1938 tugu tersebut kembali disempurnakan dengan menggunakan kayu belian (kayu besi khas Kalimantan Barat). Tingginya adalah 4,4 meter.
Tahun 1990 Tugu Khatulistiwa kembali direnovasi dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari tugu yang aslinya. Baik tugu asli maupun monumennya, sama-sama memiliki tulisan plat di bawah anak panah yang menunjukkan letak Tugu Khatulistiwa pada garis bujur timur.
Peristiwa penting dan menakjubkan di sekitar Tugu Khatulistiwa adalah saat terjadinya titik kulminasi matahari, yakni fenomena alam ketika Matahari tepat berada di garis khatulistiwa. Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada di atas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda dipermukaan bumi. Pada peristiwa kulminasi tersebut, bayangan tugu akan "menghilang" beberapa detik saat diterpa sinar Matahari. Demikian juga dengan bayangan benda-benda lain di sekitar tugu.
Peristiwa titik kulminasi Matahari itu terjadi setahun dua kali, yakni antara tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September. Peristiwa alam ini menjadi event tahunan kota Pontianak yang menarik kedatangan wisatawan. [Sumber referensi: Wikipedia]
|
Maket Komplek Tugu Khatulistiwa |
|
Gelap-gelapan sesuai aslinya keadaan ruangan 😄 |
|
Data Bumi |
|
Tugu Khatulistiwa buka tiap hari |
|
Kalau mau tanya-tanya lokasi dan lainnya untuk keperluan kunjungan wisata, telpon ke nomor yang tertera ini saja |
|
Sertifikat dan cahaya matahari yang jatuh mengenai pilar di latar belakang, serta kulit muka yang berkilau kena udara panas dan keringat 😂 |
|
Bu Amanda Katili Niode dan sertifikatnya |
|
Souvenir Tugu Khatulistiwa beli di Tugu Khatulistiwa - Harga Rp 50.000,- |
|
Berwisata di Pontianak terasa afdol setelah mengunjungi Tugu Khatulistiwa. Jadi lebih spesial karena perginya bersama bu Amanda, Bu Atiek, dan Hendika 😊 |
Tugu Khatulistiwa bagi saya bukan sekadar destinasi wajib bagi wisatawan di Pontianak. Selain mendapat pengetahuan, juga secara spesifik menghadirkan suatu pengalaman pribadi tertentu yang kadang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Bagi pecinta sejarah, Tugu Khatulistiwa tentu sayang untuk dilewatkan.
Terima kasih sudah membaca 💚