Quantcast
Channel: TᖇᗩᐯEᒪEᖇIEᑎ
Viewing all articles
Browse latest Browse all 778

ROG Phone 2 yang Hilang Ditemukan di Masjid Nurul Iman Tanjung Terang

$
0
0
 
"Lebih Baik kehilangan HP Daripada kehilangan Salat"[Alief @onedoxx ]

-------- 

Sabtu, 21 Mei 2022, hari ke-2 di Kota Prabumulih

Hari itu, selepas mengunjungi tante (adik ibu) yang dirawat di Rumah Sakit Pertamina Prabumulih, kami melanjutkan perjalanan menuju kediaman saudara di Kabupaten Muaraenim. 

Sesaat setelah keluar dari gerbang kawasan Komplek Pertamina Prabumulih, suami mengaktifkan aplikasi Maps untuk memudahkan perjalanan. Kami diarahkan belok kanan, berlawanan dari arah kami datang sebelumnya. Sebetulnya saya sudah merasa ada yang keliru, tapi berhubung ada info dari sodara bahwa saat itu sedang ada penutupan akses jalan di titik tertentu bagi pengendara yang melintasi Prabumulih dari arah Palembang menuju Muaraenim maupun sebaliknya, saya lalu memaklumi arahan Maps. Mungkin kami akan diarahkan ke jalan lain yang aksesnya terbuka dan lebih mudah.

Setelah 10 menit berlalu, kami tak menemukan jalan lintas Prabumulih-Muaraenim. Aplikasi Maps membawa kami ke pinggiran kota yang sunyi, jalannya tidak lebar dan mulus, di kiri kanan banyak kebun warga, bahkan kemudian hutan. Meski demikian, tetap terlihat mobil-mobil melaju dari arah berlawanan maupun searah. Antara yakin dan tidak, dengan mengucap Bismillah suami tetap memacu kendaraan, mengikuti arahan Maps.

Kami melewati beberapa desa, kebun, hutan, dan sungai. Berkali-kali seperti itu. Hingga akhirnya sadar, kami mendekati kecamatan Pali. Apa kami akan dibawa pulang ke Komplek Pertamina Pendopo, tempat saya pernah tinggal lama semasa kecil?

Saya berkali-kali menatap layar HP, memastikan Maps menunjukkan lokasi dengan benar. Ada desa Tanah Abang, Teluk Lubuk, dan lainnya yang namanya terasa asing bagi saya. Rasanya, aplikasi Maps telah membawa kami menjauh dari tujuan. Saya matikan aplikasi, lalu dihidupkan lagi, saya ketik ulang tujuan, hasilnya masih sama. Kami tetap diarahkan lewat jalan yang menurut saya belum pernah saya lewati. Akhirnya, aplikasi saya matikan, dan selanjutnya kami mengandalkan informasi dari penduduk setempat yang kami jumpai di jalan. Ternyata, cara itu lebih membantu, dan akhirnya kami keluar dari rumitnya jalan tembus menuju jalan utama lintas Prabumulih-Muaraenim.

Keresahan terbesar sepanjang nyasar-nyasar itu adalah salat Ashar yang belum kami kerjakan. Saat sibuk mencari jalan, serta tak dijumpainya masjid untuk singgah, sempat terpikir mau tayamum saja, lalu salat di dalam mobil. Setelah kembali ke jalan yang benar, yakni jalan lintas Prabumulih-Muaraenim, kami baru menemukan masjid di Tanjung Terang dan bersegera salat. Alhamdulillah tunai kewajiban.

Di sini saya membuat titik tuju Tanjung Terang, tempat HP ROG Phone 2 Alief hilang/ketinggalan. Rute jalan warna biru adalah Jalan lintas Prabumulih-Muaraenim yang biasa dilalui pengendara. Jalan warna abu-abu, adalah jalan yang kami lalui, berkat arahan Google Maps yang bikin kami bertualang kesorean! wkwk. Jalan tersebut memang sama-sama membawa pengendara ke Jalan Lintas Prabumulih-Muaraenim, tapi kondisi jalan dan suasana jalan jelas sangat berbeda. Sangat tidak disarankan bila berkendara di malam hari karena sepi dan jalannya ga mulus. Maksud hati mencari jalan alternative dari jalan yang ditutup sewaktu di kota Prabumulih, malah nyasar kemana-mana 😅Padahal akses yang ditutup itu pendek saja lho.

Masjid Nurul Iman Tanjung Terang, Tempat ROG Phone 2  Ketinggalan

Tak ada yang pernah tahu perkara kehilangan, hingga 17 kilometer setelah meninggalkan Masjid Nurul Iman di desa Tanjung Terang, tepat saat salat Magrib tiba, Alief baru ngeh hape nya tidak ada. Saya mengetahui jarak kami saat itu dengan melihat posisi masjid dari aplikasi Maps. Tentunya bukan jarak yang dekat.

Keyakinan bahwa hape telah tertinggal di Masjid Nurul Iman Tanjung Terang berasal dari ingatan Alief sendiri. Menurutnya, saat masuk masjid itu hape masih ada di saku. Lalu saat salat hape ditarok di sajadah, di samping  tempat salat, dan kemudian tertinggal. 

Kenapa dikeluarkan dari saku? Biar gak ganggu gerakan ruku dan sujud, dan ini sudah jadi kebiasaan Alief jika sedang salat di luar rumah. Kalau di masjid sedang sepi diletakkan di samping, kalau sedang ramai hape diletakkan di depan dekat kaki, disetel mode senyap. Nah, pada saat kejadian, ternyata tidak di-silent. Karena itulah nantinya ketika ditemukan dan ditelpon, ada suaranya.

Meskipun Alief yakin hape tertinggal di masjid itu, kami tetap memeriksa seluruh isi mobil, khususnya di bangku paling depan, tempat Alief duduk. Saya dan suami juga menelpon ke nomor Alief, siapa tahu jika memang terselip dalam mobil, bisa ketahuan letaknya dari suaranya. Sayangnya, pencarian dalam mobil sia-sia. Hp itu tak ada. Nomornya masih bisa dihubungi, tapi tak diangkat, berarti masih aktif, hanya saja ada di tempat lain.

"Ayo kita magriban dulu, nanti kita coba telp lagi," kata suami. Alief dengan wajah lemasnya mengangguk, tak berkata-kata.  "Kita berdoa, siapa tahu nanti masih ketemu," tambah suami.

Usai salat magrib, suami kembali menelpon, alhamdulillah kali ini diangkat. Seorang laki-laki berbicara di ujung telp. Saya dan Alief mendekati suami, ikut menguping pembicaraan dengan perasaan nano-nano. Terharu, senang, dan lega campur aduk.

Suami mengenalkan diri lalu menjelaskan situasi dan kronologi secara detail. Sementara laki-laki diujung telpon, namanya Pak Taufik, menjelaskan bahwa hape ditemukan di lantai masjid, di atas sajadah. Sewaktu diambil, hape berbunyi, tapi beliau tidak tahu cara menerimanya. Jadi didiamkan, lalu dibawa pulang untuk bertanya pada anaknya. Itu berarti pada saat kami menelpon pertama kali, hape sudah ditemukan tapi tidak diangkat karena Pak Taufik tidak tahu caranya. Setelah sampai di rumah, persis setelah salat magrib (ini berbarengan dengan suami menelpon setelah salat magrib), baru hape diangkat. Pada saat itu Pak Taufik sudah diberitahu oleh anaknya cara menerima telpon, makanya suami bisa tersambung.

Singkat cerita, kami akan mengambil hape tersebut. Pak Taufik meminta agar yang punya hape juga datang, dalam hal ini Alief, supaya beliau bisa melihat jika hape yang terkunci itu bisa dibuka oleh Alief berarti memang benar Alief pemiliknya. Dalam hal ini, Pak Taufik  bermaksud untuk berhati-hati agar hape yang diserahkan hanya kepada pemiliknya.


Kembali ke Masjid Nurul Iman, Mencari HP yang Ketinggalan

Kami balik mundur sejauh 17 kilometer ke masjid tempat kami salat Ashar, untuk bertemu Pak Taufiq yang ternyata adalah salah seorang pengurus Masjid Nurul Iman, Tanjung Terang.  

Lokasi masjid tak jauh dari stasiun kereta Tanjung Terang. Jika datang dari arah Muarenim, letaknya ada di sebelah kiri jalan. Dalam perjalanan selepas Gunung Megang itu, ada 3 masjid serupa yang sempat membuat saya salah tunjuk. Namun Alief dan Mas Arif masih ingat, katanya tempat wudhu masjid ada di depan, dan itu dapat terlihat dari luar masjid, sehingga mudah ditemukan.

Sesuai watermark waktu yang terdapat pada foto jepretan hape, kami tiba di masjid kurang lebih pukul 19.20 WIB. Di dalam masjid tampak sedang berlangsung salat Isya berjamaah. Alief dan Mas Arief bergegas ke tempat wudhu, lalu bergabung salat.

Kami tidak tahu yang mana Pak Taufik, itu sebabnya ketika satu persatu jamaah salat Isya mulai meninggalkan saf, saya mencegat salah seorang dan bertanya mengenai Pak Taufik. 

"Pak Taufik yang itu na buk, paleng pinggir parak mimbar, sarung abang, kopiah krem, baju kemeja ungu itu na," ucap seorang pemuda dengan logat daerah yang kental. *(Pak Taufik yang itu bu, paling pinggir dekat mimbar, sarung merah, peci krem, baju kemeja ungu).

Alhamdulillah.

Saat kami tiba sedang berlangsung salat Isya di Masjid Nurul Iman

Mas Arif dan Alief langsung bergabung

Di sini saya mencegat salah seorang jamaah untuk mencari tahu yang mana namanya Pak Taufik😀


Pak Taufik, duduk paling kanan. Beliau belum beranjak, tampaknya masih berdoa. 

Orang Baik Itu Masih Ada, ROG Phone 2 Kembali Dalam Genggaman

Baru sekejab lepas dari pandangan, tau-tau Mas Arif dan Pak Taufik sudah saling bertemu dan berbicara.

Ternyata, sewaktu Pak Taufik melihat Mas Arif dan Alief, beliau langsung menduga bahwa suami dan anak saya adalah orang yang tadi menelpon untuk datang mengambil hape. Mungkin karena Pak Taufik sudah hafal orang-orang yang biasa salat berjamaah di masjid itu, jadi pas ada orang lain ikut salat, muncul dugaan yang berkaitan dengan kejadian tertinggalnya hape, apalagi memang sudah punya janji bertemu di masjid pada saat jam salat Isya.

"Tadi sore jam berapa salat Ashar-nya pak?"tanya Pak Taufik. Pertanyaan ini kemudian saya sadari sebagai cara Pak Taufik mencocokkan jawaban kami dengan rekaman dari kamera CCTV.

"Jam 5 lewat dikit," jawab suami. 

"Saya menemukannya jelang salat Magrib. Berarti sudah cukup lama hape nya dalam masjid. Padahal jelang magrib itu banyak anak-anak yang siap-siap mau salat magrib berjamaah. Mereka mondar-mandir dalam masjid. Tapi tidak ada satu pun yang melihatnya," terang Pak Taufik.

Masya Allah. Penjelasan sederhana itu membuat saya terpana. Begitulah, jika Allah berkehendak, hape itu tetap aman meski di tempat terbuka, tempat di mana siapa saja bisa berada di masjid itu. Bukan hanya pengurus masjid dan jamaah anak-anak maupun dewasa, tetapi juga para musafir yang sedang melintas dan singgah salat di masjid.

"Tadi sempat saya bawa pulang karena pas ada telpon masuk tidak bisa saya angkat. Saya mau tanya anak saya bagaimana cara angkatnya. Pas di masjid itu, kalau bisa sudah saya angkat, supaya bisa langsung saya ceritakan kalau hapenya tertinggal," ujar Pak Taufik.

"Sewaktu ada telpon masuk, saya lihat namanya PAPA, kemudian ada telpon masuk lagi namanya MAMA, dari situ saya tahu yang punya hape ini kemungkinan anak dari Papa dan Mama yang menelpon itu. Persis seperti keterangan bapak saat menelpon saya," tambah Pak Taufik.

Obrolan pendek itu kemudian ditutup dengan penyerahan hape kepada Alief. Pak Taufik meminta saya menelpon terlebih dahulu, ke nomor Alief. Di layar hape Alief muncul nama MAMA. Selanjutnya Pak Taufik minta Alief membuka kunci hapenya. Dengan sekali sentuh menggunakan sidik jari, hape itu pun terbuka. Tampak raut wajah Pak Taufik lega. Setelah itu beliau menyerahkan hape kepada Alief.

Ada gunanya juga jika menyimpan nama orang tua atau keluarga dengan sebutan MAMA dan PAPA. Saya memang memberi contoh pada anak-anak menyimpan nama keluarga pakai sebutan yang sesuai. Nama adeknya pun disimpan pakai nama ADEK. Saya sendiri menyimpan nama suami pakai nama Arif Suamiku, Alief Anakku, Aisyah Anakku. Bukan berharap ada kejadian seperti ini sih, tapi biar lebih terasa intim, sekaligus membedakannya dari nama-nama orang lain yang saya simpan.

"Tolong agak ke sini dikit, biar kelihatan di kamera CCTV itu," ucap Pak Taufik sambil menunjuk CCTV di dinding. Permintaan ini ternyata beralasan, sebagai bukti bahwa hape telah diserahkan kepada pemiliknya. Cara ini menurut saya sangat rapi. Sebagai pengurus masjid beliau sudah dilatih untuk melakukan pekerjaannya sesuai prosedur. Saya kagum. Meski berada di desa, tapi mereka sudah menggunakan teknologi canggih untuk keamanan dan dokumentasi.

Saya tidak ingin melewatkan momen penyerahan hape itu. Maka, selagi Pak Taufik dan Alief serah terima, saya langsung memotretnya. Buat kenang-kenangan tentang betapa manisnya kejujuran. 

Alhamdulillah. Terima kasih Pak Taufik.

Terharu dan bahagia berada pada situasi ini

Orang baik itu masih ada. Dan, Allah Maha Penjaga.

Jika saya ingat lagi, kejadian ini terjadi pada 3 waktu salat. 

  • Ketinggalan hape saat usai mengerjakan salat Ashar
  • Ditemukan sesaat usai salat Magrib
  • Kembali ke genggaman sesaat setelah mengerjakan salat Isya 

Masha Allah.

Ditegakannya salat di mana pun berada dan kemudahan menemukan kembali hape yang hilang adalah sebuah hubungan tak kasat mata yang sangat indah, diatur dengan sempurna oleh Sang Maha Sempurna.

Tak hanya terharu pada kejujuran dan baik hatinya Pak Taufik, tapi juga pada prinsip yang dipegang teguh oleh Alief, anak muda yang belum banyak belajar, yang orang tuanya pun masih harus banyak belajar.

"Hape hilang bisa diganti, kalau salat hilang, gantinya pakai apa?"

Menetes air mata mamakmu ini, nak.

Isi hape itu memang berharga, hape nya pun bersejarah, hape pertama yang ia dapatkan dengan cara berlomba melalui karya video, tapi ada yang lebih berharga, dan itu tak tergantikan.

ROG Phone 2 yang hampir hilang itu adalah "hape bersejarah" bagi Alief. Hape pertama yang ia dapatkan dengan cara berlomba melalui karya video yang ia bikin sendiri. *(ss dari IG Alief)
 

Suami dan anak saya menjabat tangan pak Taufik sembari mengucapkan banyak terima kasih. 

Saya ikut mendekat, meletakan sesuatu di tangan laki-laki itu, sebagai tanda terima kasih.

"Sampai jumpa lagi, Pak Taufik. Semoga bapak sehat selalu, panjang umur, lancar rejeki, dan lancar segala urusan. Allah memberkahi. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam wr wb."

Masjid Nurul Iman, Tanjung Terang, Kab. Muaraenim.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 778

Trending Articles