Tour Keliling Belitong bersama Viscatour.com di hari pertama (11/9/2015) berakhir di Klenteng Dewi Kwan Im. Dari Klenteng tertua dan terbesar di Belitong ini kami kembali mengukur jarak hingga ke Kota Tanjung Pandan. Namun rute yang dilalui berbeda, maka jarak dan waktu tempuh pun berbeda. Lebih pendek dan tentunya lebih cepat. Jika sebelumnya kami menghabiskan 3-4 jam waktu perjalanan, kali ini hanya 1 jam 38 menit.
Menyusuri jalan jelang matahari terbenam itu terasa romantisnya. Pergantian terang menjadi gelap menghadirkan keindahan tersendiri. Langit merah saga dengan matahari bulat orange yang perlahan turun ke kaki langit, seperti sajian pengiring menuju peraduan malam. Aku jadi ngantuk. Apalagi ada lelah menggantung di kaki, pundak, dan juga jari jemari (kebanyakan ceklak ceklek he he). Yang diinginkan adalah mandi, makan, lalu tidur. Bang Romi, supir sekaligus guide kami menghibur dengan kata-kata ajaib, tentang hotel nyaman dengan kasur yang empuk, restoran terkenal dengan makanan enak, juga warung-warung kopi yang buka sampai pagi. Mendengar itu aku tidak jadi ngantuk.
“Kalian akan saya antar ke hotel untuk bersih-bersih, nanti jam 8 saya jemput lagi untuk makan malam di Ruma (tanpa huruf H) Makan Timpo Duluk,” ucap Bang Romi.
Kami nurut. Kami patuh. Karena kami lelah :))
Sesampainya di Central City 2 Hotel, penginapan yang disebut-sebut sebagai hotel melati tapi ternyata punya fasilitas kece ala hotel bintang tiga, kami langsung menyerbu kamar mandi. Tapi tentu saja itu tak terjadi, tak mungkin kami bareng-bareng mandi, meski sesama perempuan hehe. Singkat cerita, usai urusan bersih-bersih, kami langsung menelpon bang Romi minta dijemput. Tak pakai lama, Bang Romi muncul di hotel. Dia seperti punya pintu dora emon saja. Baru ditelpon sudah sampai. Ternyata sejak setengah jam sebelumnya dia menunggu di simpangan jalan dekat hotel. Oalah pantesan kalo gitu ya. Aku kira dia masih berada di rumahnya yang jauh itu.
Dari hotel kami meluncur ke Ruma Makan Timpo Duluk yang terletak di Jalan Lettu Mad Daud, Kelurahan Parit, Tanjung Pandan. Rumah makan ini menempati bangunan kuno dengan interior unik dan tak biasa. Bang Romi memberitahu kami bahwa rumah ini masuk kategori ‘langka’. Hampir punah, gitu? :D Ya, tebakanku tak keliru.
Di bagian luar aku membaca keterangan tertulis yang berbunyi seperti ini:
Warisan Budaya yang Dilindungi
Rumah Tradisional Melayu Belitong
SIMPOR BEDULANG
Berdasarkan
Rekomendasi Pemerintah Kabupaten Belitong
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
No. 556/792/DISBUBPAR/2011
Begitu masuk, aneka pernak-pernik unik terlihat begitu ramai menghiasi isi ruangan. Mulai dari alat perikanan, alat pertanian hingga perabotan dapur. Ada tampa, topi caping, alat penangkap ikan, bakul nasi, sendok batok kelapa, dayung, golok, cetakan kue, terompah, bubu, ambung, sampai sepeda ontel jaman belanda. Semua itu menempel di dinding-dinding.
Nah, buat kamu yang hobi corat-coret sembarangan, di sini kamu bisa lampiaskan hobi buruk itu pada tempatnya hehe. Deretan caping, tampa, alat tampi beras, bakul nasih dan lain-lainnya bisa dicoret dengan tulisan-tulisan nama dan kata-kata berisi pesan. Mau tulis nama mu pake lambang lope-lope? Mau kasih pesan ala alayers? Bisa! Hehe. Tapi aku lihat sih yang nulis di situ orang-orang beken seperti artis dan pejabat. Kalo nekat mau corat-coret juga, coret aja di selembar tisu, trus tisunya kamu buang ke tempat sampah :p
Nah, buat kamu yang hobi corat-coret sembarangan, di sini kamu bisa lampiaskan hobi buruk itu pada tempatnya hehe. Deretan caping, tampa, alat tampi beras, bakul nasih dan lain-lainnya bisa dicoret dengan tulisan-tulisan nama dan kata-kata berisi pesan. Mau tulis nama mu pake lambang lope-lope? Mau kasih pesan ala alayers? Bisa! Hehe. Tapi aku lihat sih yang nulis di situ orang-orang beken seperti artis dan pejabat. Kalo nekat mau corat-coret juga, coret aja di selembar tisu, trus tisunya kamu buang ke tempat sampah :p
Oh ya nggak cuma pajangan penuh coretan-coretan, di rumah makan ini bahkan sedia tempat menempelkan foto-foto orang yang pernah mampir dan makan. Foto siapapun bisa dipajang? Oh tentu tidak, ada seleksi, kamu itu beken apa nggak di mata pemilik resto. Kalo nggak, ya lewat deh haha. Kemarin aku nggak corat-coret apalagi difoto buat dijadiin ‘pengunjung beken’, tapi sempat dikerumuni oleh para pelayan resto. Ngapain? Buat ditagih! Haha. Eh enggak ding. Aku serius kemarin para pelayan itu menghampiriku untuk foto bareng wkwkwkw. Berasa beken banget kan aku? GR mah iya kali :p Lha wong Cuma travel blogger alay yang sering banget norak nggak ketulungan haha.
Yang tak kalah menarik adalah cara penyajian makanannya. 7 piring berisi makanan dihidangkan dalam satu nampan besar yang disebut dulang. Nampan itu diletakkan di atas meja, di hadapanku dan mbak Iah, tidak diangkat dan dibawa pergi. Di dalamnya tersuguh Gangan Ikan dalam mangkuk model kuno, ikan nila goreng garing, oseng-oseng, sate ikan (mirip pepes), ayam ketumbar, sambal serai (ini enak banget!), dan lalapan (daun singkong+timun). Banyak? Buat kami berdua jelas kebanyakan! Huhu lagi-lagi porsinya berlebih. Tapi kami tak membuatnya mubazir. Setelah menyisihkan bagian yang akan dimakan dan tidak, makanan itu kami bungkus lalu diberikan kepada Bang Romi. Ternyata bang Romi sangat suka. Katanya mau dibawa pulang saja buat anaknya.
Yang tak kalah menarik adalah cara penyajian makanannya. 7 piring berisi makanan dihidangkan dalam satu nampan besar yang disebut dulang. Nampan itu diletakkan di atas meja, di hadapanku dan mbak Iah, tidak diangkat dan dibawa pergi. Di dalamnya tersuguh Gangan Ikan dalam mangkuk model kuno, ikan nila goreng garing, oseng-oseng, sate ikan (mirip pepes), ayam ketumbar, sambal serai (ini enak banget!), dan lalapan (daun singkong+timun). Banyak? Buat kami berdua jelas kebanyakan! Huhu lagi-lagi porsinya berlebih. Tapi kami tak membuatnya mubazir. Setelah menyisihkan bagian yang akan dimakan dan tidak, makanan itu kami bungkus lalu diberikan kepada Bang Romi. Ternyata bang Romi sangat suka. Katanya mau dibawa pulang saja buat anaknya.
satu dulang |
Perhatikan piringnya |
Ruang makan bersekat |
Tempat tisu dari corong minyak |
Dalam tradisi khas masyarakat Belitong, makan di atas nampan itu disebut makan bedulang yakni makan bersama dalam satu dulang. Ada filosofi tentang kebersamaan yang terkandung di dalamnya.
Malam itu kami makan sangat lahap. Kenyang dan merasa puas. Suasana rumah makan ini memang mendukung, bikin selera makan jadi meningkat. Tak terlalu lapar saja bisa makan banyak, apalagi dalam keadaan keroncongan hehe. Sebelum pulang, aku dan mbak Iah sempat memperhatikan tudung penutup dulang yang berbentuk seperti caping. Banyak sekali yang unik-unik di sini. Bahkan tempat tisunya berupa kaleng corong tempat menuang minyak tanah.
sesekali sok tenar :))) |
Terkadang, memang bukan kelezatan sebuah makanan saja yang membuat seseorang terkesan, tapi ada unsur-unsur lainnya juga yang bikin orang jadi ingin berkunjung lagi dan lagi. Jika tak menjadi ‘unik’ dan ‘berbeda’, maka lambaikan tangan pada kunjungan balik :D
Kalau ke Belitong lagi, tentu aku akan balik lagi ke sini. Tak ada alasan untuk bosan pada sajian dan suasana rumah makan yang telah beroperasi sejak 16 April 2013 ini.
Dalam berita, dalam komentar Bondan |
Foto para pengunjung |
Ruma Makan Belitong Timpo Duluk
Resep tahun 1918
Buka setiap hari mulai pukul 11.00-22.00
Resep tahun 1918
Buka setiap hari mulai pukul 11.00-22.00
~Belitong 11 September 2015.
Jalan bareng Viscatour.com
*Semua foto dokumentasi Katerina