Virtual Talkshow & Peluncuran e-Book Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontolo, Minggu 14/2/2021. (Katerina) |
Mengenai Space Sweepers adalah salah satu film yang saya tunggu-tunggu di tahun 2021. Film ini merupakan film epik luar angkasa bergenre fiksi ilmiah pertama yang dibuat oleh Korea yang memiliki muatan politik tentang lingkungan hidup.
Sebuah kebetulan ketika film dan event yang menghampiri saya di waktu bersamaan memiliki tema yang berkaitan. Ada titik temu antara isu kerusakan Bumi dalam film dengan tujuan yang hendak dicapai oleh gelaran event talkshow, tak lain dan tak bukan yaitu ajakan untuk menjaga bumi.
Oleh karena itu, ketika hendak menulis liputan acara virtual talkshow yang digelar melalui video Zoom tersebut, saya langsung teringat pada Space Sweepers, membuat saya ingin memulai tulisan ini dengan membahas sekilas tentang apa yang saya simak dari film tersebut.
Perlu dicatat bahwa film Space Sweepers tidak memusatkan narasi pada tema lingkungan hidup, tapi di sana ada latar belakang kerusakan Planet Bumi yang menjadi andil perginya orang-orang dari Bumi karena tak lagi bisa bernafas, sehingga pindah dan hidup di luar angkasa menjadi sebuah solusi.
SPACE SWEEPERS (2021) |
Space Sweepers menceritakan kondisi dunia pada tahun 2092, di mana Planet Bumi sudah menjadi sebuah planet yang hampir tidak bisa dihuni, dengan polusi yang membuat udara menjadi sangat coklat layaknya sedang terjadi badai lumpur.
Dengan masalah yang mengancam seluruh umat manusia, sebuah perusahaan canggih bernama UTS telah membuat sebuah tempat tinggal bagaikan surga di luar angkasa tetapi ada syaratnya: hanya orang terpilih saja yang diajak untuk tinggal di tempat tersebut.
Adalah sosok James Sullivan seorang pemimpin UTS menggarap kehidupan di Mars dengan hati-hati, mengubah Planet Mars yang gersang menjadi "Bumi Baru" yang memiliki hutan belantara amat subur, air bersih yang terus mengalir, udara segar nan sehat, dan langit yang selalu biru.
Bagi James, kebanyakan manusia di Bumi adalah penjahat perusak alam. Kebenciannya pada ulah manusia membuatnya menjadi licik, dan ia menjamin golongan penjahat lingkungan tak akan pernah diterima di lingkungan baru yang dibangun di Mars.
Dalam salah satu scene terlihat James menanam pohon kehidupan Schefflera Arboricola, super plant yang dimodifikasi secara genetik sehingga menghasilkan oksigen 8 kali lebih banyak dan bisa merespon pupuk alami dengan cukup baik dan memiliki tingkat pertumbuhan luar biasa. Tak heran UTS berhasil menyulap Mars menjadi begitu hijau dan subur. Sungguh gemah ripah loh jinawi, kata orang Nusantara. Sayangnya, "surga" nan indah ciptaan UTS hanya ada dalam ruang imajinasi bernama film.
Kehidupan di Planet Mars, "bumi baru" ciptaan UTS, dalam film Space Sweepers |
Film Space Sweepers menampilkan kerusakan Bumi pada tahun 2092. Padahal sesungguhnya saat ini saja Bumi sudah SAKIT parah dan manusia sudah merasakan dampaknya. Jika kerusakan tak berhenti, memang bukan tidak mungkin 71 tahun kemudian Bumi benar-benar akan ditinggal pergi. Iya kalau ada tempat yang bisa dituju selain Bumi. Kalau tidak ada? Tinggal menanti ambyar, pudar, dan modar. Mau??
Space Sweepers memang tidak lebih dari hiburan yang dipenuhi pesawat angkasa luar dan laser, namun berusaha hadir dengan pesan lingkungan.
Saya pribadi menikmati sembari menangkap kritik dan pesan lewat latar belakang cerita terhadap era kontemporer. Ada pesan tentang merawat planet Bumi dengan lebih baik dan tidak “mengisi” dengan sampah, fokus pada kelompok minoritas, sindiran terhadap militerisme dan fasisme, serta betapa bahaya penggunaan kekuatan senjata nuklir dan radiasi.
Kritik terhadap sampah di bumi, menjadi sorotan yang kemudian mempertemukan saya pada tema sejalan dengan gerakan jaga bumi yang sudah sejak lama digaungkan oleh banyak orang/kelompok/organisasi pencinta lingkungan. Satu di antaranya, Climate Reality Indonesia. Melalui gerakan jaga bumi lewat gelaran berbagai event, salah satunya Forest Talk, di mana saya pernah terlibat sebagai salah satu tim acara (sepanjang tahun 2019), membawa saya pada beragam pengalaman untuk langkah-langkah nyata yang bisa dilakukan sebagai individu maupun bagian dari suatu kelompok.
Maka, Memilih Makanan Ramah Iklim adalah tema menarik dalam rangka menjaga bumi. Seperti apa dan bagaimana makanan ramah iklim ala Omar Niode Foundation?
Tujuan Webinar
Seperti yang disampaikan oleh penyelenggara, tujuan webinar untuk memahami krisis iklim, dan mengetahui adanya peran pertanian, pangan, dan kuliner sebagai salah satu solusi, lalu mengikuti pemetaan puluhan ribu makanan dan minuman tradisional Nusantara dan bagaimana berkontribusi untuk data kuliner pada perpustakaan digital budaya Indonesia.
Tujuan lainnya untuk mengangkat kuliner lokal sebagai pilihan kita, dengan ragam kuliner Gorontalo tentunya sebagai contoh semasa dan pasca pandemi covid-19, serta membuka diskusi dan mencanangkan call to action untuk memilih makanan ramah iklim sebagai salah satu solusi dari krisis global.
Agenda Acara dan Para Pembicara
1. Pembacaan Sambutan dari Rachmat Gobel Wakil Ketua DPR RI.
2. Video Sambutan oleh Claudia Laricchia dari Future Food Institute
3. Krisis Iklim dan Pertanian, Pangan dan Kuliner sebagai Solusi oleh Amanda Katili dari Climate Reality Indonesia
4. Pemetaan 30.000 Kuliner Tradisional Nusantara oleh Nicky Ria dari Sobat Budaya
5. Ragam Kuliner Gorontalo oleh Zahra Khan, seorang ahli Teknologi Pangan, Pelaku UMKM, dan juga Penyusun Resep
6. Mengangkat Citra Kuliner Nusantara oleh William Wongso seoranf Chef legendaris, Pakar Kuliner, dan Penulis buku "Flavors of Indonesia"
7. Display Masakan Gorontalo oleh Ihsan Averroes Wumu dari Olamita Resto (kuliner Gorontalo)
8. Peluncuran Buku dan Call to Action
Acara berlangsung tepat waktu sejak Pukul 14.00 - 16.00 WIB, dipandu oleh Noni Zara, seorang Culinary Host dan Food Traveler yang saat ini berdomisili di Bali. Saking on time-nya acara ini, saya sampai ketinggalan beberapa menit lho. Tanya kenapa? Karena sudah biasa mengikuti webinar molor 10-15 menit. Makanya saya masuk santai mengira nggak bakal telat, tapi ternyata malah ketinggalan di webinar yang satu ini haha. Untunglah ada video rekamannya di FB pages ONF 😆
Noni Zara, Culinary Host, Food Traveler |
Mengenal OMAR NIODE FOUNDATION
Sebelum membahas satu persatu materi yang disampaikan oleh para panelis, mari sama-sama mengenal penyelenggara dari acara ini.
Omar Niode Foundation merupakan sebuah organisasi nirlaba kecil yang turut berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, citra budaya, dan kuliner Nusantara, khususnya Gorontalo, di Indonesia dan mancanegara.
Hingga saat ini, Omar Niode Foundation telah menerbitkan 15 buku, di antaranya Trailing the Taste of Gorontalo yang meraih Gourmand World Cookbook Award, Best of the Best 1995-2020 kategori Food Heritage dan menjadi kontributor Bab Indonesia pada buku At the Table. Food and Family around the World, yang juga memperoleh Gourmand Award.
Dalam melaksanakan berbagai kegiatannya, Omar Niode Foundation bekerja sama dengan individu maupun organisasi di dalam dan di luar negeri. Omar Niode Foundation aktif dalam organisasi food bloggers nasional maupun internasional, juga diFuture Food Institute, Indonesia Bergizi, Jamie Oliver Food Revolution Day, Slow Food International, danWorld Food Travel Association.
Untuk informasi selengkapnya mengenai Omar Niode Foundation silakan mengunjungi website resmi ONF di www.omarniode.org Kontak: Amanda Katili Niode – amanda@omarniode.org - 082112934285
Dukungan Rachmat Gobel Untuk Jaga Lingkungan
Mimpi Restoran Masa Depan dari Claudia Laricchia, Head of Institutional Relations Future Food Institute
Sebuah video menampilkan sambutan dari Claudia Laricchia dari Future Food Institute di Italia merupakan bentuk dukungan dari lembaga internasional terhadap langkah baik yang akan diberitakan ke banyak orang, .membuat acara webinar ini tampil bergengsi.
Future Food Institute adalah ekosistem internasional yang menangani inovasi pangan melalui pengetahuan. Future Food Institute memiliki Future Food Academy, Departemen Penelitian dan Pengembangan yang berinovasi melalui proses dan produk, serta validasi dan prototipe produk baru untuk industri pangan.
"Kami juga memiliki living labs di San Fransisco, Tokyo, Bologna. Saya sangat percaya dengan pola makan cerdas iklim dan makanan ramah iklim, juga pada pangan lokal, khususnya peningkatan kepedulian, tentang jejak air maupun jejak karbon dari pangan. Saya bermimpi adanya restoran masa depan dengan menu yang menampilkan dampak lingkungan dan juga harga makanan," ujar Claudia Laricchia, Head of Institutional Relations Future, Food Institute.
"Selamat kepada Omar Niode Foundation, Amanda Katili dan Zahra Khan yang telah menerbitkan buku "Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontolo". Congratulation! Saya tidak sabar untuk membacanya. Salam dari Italia," tutup Claudia Laricchia.
Claudia Laricchia, Head of Institutional Relations Future Food Institute |
Terzian Ayuba Ajak Kurangi Makan Daging
Terzian Ayuba Niode yang akrab dipanggil Terzian merupakan seketaris Omar Niode Foundation.
Terzian menuturkan sistem pangan berkontribusi besar terhadap krisis iklim yang sedang berlangsung di Bumi. Sistem pangan saat ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan menyebabkan sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim.
“Terlebih dengan terjadinya Pandemi COVID-19 semakin membuktikan adanya kebutuhan mendesak untuk mengubah sistem pangan dunia, karena pandemi sekarang terjadi akibat menularnya penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis),” tutur Terzian.
Untuk itu, menurut Terzian, makanan perlu diubah guna masa depan yang sehat bagi manusia maupun Planet Bumi. “Idealnya dengan mengurangi konsumsi daging serta makanan yang diproses, untuk kemudian mengarah ke makanan yang lebih berbasis nabati,” kata Terzian.
Nah, perlu dicatat di sini KURANGI DAGING, bukan STOP DAGING. Kurangi dan stop adalah dua hal berbeda. Saya setuju dengan hal tersebut, bagaimanapun manusia perlu protein hewani karena diperlukan oleh tubuh. Jumlahnya yang diatur menjadi minimalis.
Selain itu menurut Terzian, diperlukan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (Sustainable Consumption & Production) oleh semua pemangku kepentingan secara global termasuk konsumen dan produsen, dengan perubahan secara terpadu dan sistematis.
Terzian Ayuba, Sekretaris Omar Niode Foundation |
Krisis Iklim dan Pertanian, Pangan dan Kuliner sebagai Solusi
Dr Amanda Katili Niode adalah Manager Climate Reality Indonesia, seorang pejuang iklim yang berdedikasi.
Pada tahun 2019, saya terlibat dalam acara Forest Talk dan pergi ke beberapa kota (Palembang, Pontianak, Pekanbaru, Jambi) bersama tim panitia dari Yayasan Dr Sjahrir dan Climate Reality Indonesia, termasuk bersama Bu Amanda. Nah, di tiap acara saya ikut menyimak penjelasan beliau mengenai krisis iklim. Materinya selalu sama, meskipun data dan angka kadang berubah tergantung situasi terkini saat itu, dan saya sampai hafal. Lama-lama, semua pemaparan beliau tentang krisis iklim melekat kuat di benak saya, kadang seperti menghantui, apalagi berita bencana begitu banyak tersiar, semua nyata terjadi, bikin ngeri.
Topik pola makan cerdas iklim mencuat di kanal-kanal digital saya pada tahun 2020, saat bumi dilanda pandemi, Climate Reality Indonesia menggelar lomba "Climate Smart Recipe Contest", sebuah event yang membuat saya kembali belajar mengenai krisis iklim, namun kali ini tentang solusi, yakni lewat makanan ramah lingkungan.
Saya bukan ahli lingkungan, tapi terlibat dalam beberapa kegiatan yang dibuat oleh para ahli lingkungan, membuat saya jadi belajar banyak hal. Bu Amanda adalah inspirasi saya.
Dalam penjelasannya, Bu Amanda mengatakan bahwa pangan dari hulu ke hilir, mulai dari produksi sampai konsumsi dan menjadi limbah menjadi salah satu penyebab krisis iklim yang sedang terjadi. Dampaknya berbagai bencana yang kita lihat akhir-akhir ini.
Berdasarkan data dari Badan PBB tahun 2020, ada 51,6 juta orang di seluruh dunia terkena dampak banjir, kekeringan, atau badai, dan COVID-19.
Segudang kegiatan manusia yang berlebihan merusak bumi menjadi penyebab, di antaranya tambang batu bara, transportasi, industri pertanian, pabrik batu bara, pemupukan, proses industri, produksi minyak, kebakaran hutan, dan lainnya. Semua kegiatan tersebut mengeluarkan gas yang banyak, memenuhi atmosfer bumi, sehingga matahari yang masuk melewati atmosfer tidak bisa keluar lagi ke luar angkasa. Bumi jadi semakin panas, iklim berubah dan timbullah bencana.
Menyikapi krisis iklim dari sisi makanan akan mudah diterima oleh banyak orang.
Sobat Budaya Tunjukkan Pemetaan 30.000 Kuliner Tradisional Nusantara
Pernah tahu nggak kalau kuliner tradisional kita jumlahnya sebanyak 30.000? Saya baru tahu kali ini lho. Ternyata sebanyak itu. Lalu kenapa perlu dilakukan pemetaan segala? Bagaimana caranya?
Mbak Nicky Ria ketua Sobat Budaya memberikan penjelasannya.
"Dengan melakukan pemetaan kita bisa mengetahui kira-kira ketersediaan kuliner kita apa saja sehingga diversifikasi kita menjadi lebih luas. Ada 30 ribu kuliner. Kalau 1 kuliner kita habiskan 1 hari, maka kita butuh 80 tahun untuk mencobanya," ujar Nicky. Saking banyaknya ya, perlu umur sepanjang itu buat mencicipinya. Iya kalau umur sampai 80 haha.
Nah, buat yang ingin tahu kuliner tradisional apa saja yang telah dipetakan, silakan kunjungi website berikut www.budaya-indonesia.org
Ada kurang lebih 70 ribu data budaya yang dikumpulkan sejak tahun 2007. Selain makanan, ada pula minuman, musik, cerita rakyat, dan lainnya.
Asal tahu saja, kata Mbak Nicky 30.000 itu belum mewakili seluruh kuliner tradisional yang ada di Indonesia. Nah, lho! 😅 Lalu, saya punya pertanyaan, apakah 30 ribu sudah didaftarkan HAK CIPTA? Jangan sampai diakui oleh negara lain lho he he.
Perpustakaan Digital Budaya Indonesia www.budaya-indonesia.org |
Peta Kekerabatan Kuliner. Bisa dilihat dalam aplikasi Nusa Kuliner. |
Ragam Kuliner Gorontalo
Zahra Khan - Ahli Teknologi Pangan, praktisi UMKM dan penyusun resep
E-Book Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo mencoba mengenalkan konsep makanan ramah bumi dari berbagai aspek terkait dan peranannya dalam menyikapi krisis lingkungan. Buku ini juga menampilkan resep-resep makanan ramah bumi yang dapat dicoba, khususnya makanan tradisional Gorontalo.
Melalui buku tersebut Omar Niode Foundation ingin mengajak masyarakat memilih makanan ramah iklim.
(tambahan menyusul)
William Wongso Ajak Masyarakat Angkat Citra Kuliner Nusantara sebagai Identitas Budaya
William Wongso, Legendary Chef, Pakar Kuliner,Penulis buku “Flavors of Indonesia”
Pakar Kuliner, William Wongso juga mendukung upaya-upaya pelestarian budaya kuliner Nusantara seperti yang dilakukan Omar Niode Foundation.
“Di era sosial media dan internet seperti saat ini, satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah meng-googling rasa, experience itu harus dicoba langsung. Tapi kita dapat menginformasikan budaya kuliner bangsa Indonesia yang beragam ini lewat internet, dan menarik orang untuk mencoba,” ujarnya
William menambahkan, “Dengan makin majunya peradaban kita tidak boleh mengabaikan budaya kuliner Bangsa Indonesia. Selain melestarikan, kita wajib utk meningkatkan citra Tradisi Kuliner Indonesia, agar bisa masuk dan dikenal dalam peta kuliner dunia.”
(tambahan menyusul)
Pada sesi Pak William Wongso bertabur foto makanan menggugah selera |
Ihsan Averroes Wumu dari Alomita Resto Suguhkan Penampakan Ragam Kuliner Gorontalo
Ihsan merupakan pengusaha kuliner Gorontalo di Jakarta.
(tambahan menyusul)