Pantai Panjang Bengkulu hari itu panasnya bukan kepalang. Saya datangi di waktu pagi, kulit bagai ditusuk-tusuk jarum. Saya kunjungi siang apalagi, matahari seakan sudah di atas kepala. Udara jadi panas luar biasa. Untunglah saya kuat keliling kota, jalan-jalan singkat beberapa jam saja sebelum kembali ke Jakarta.
Pantai Panjang Bengkulu |
Ke Bengkulu Untuk Acara ASUS Blogger Gathering
Saya hanya punya waktu 2 hari di Bengkulu. Berangkat Sabtu pagi (16/4/2019) pulang Minggu sore (17/4/2019). Jadi ini bukan acara khusus jalan-jalan, tapi acara Asus dulu, setelah itu baru saya jalan-jalan.
Seperti yang pernah saya ceritakan pada tulisan terdahulu, silakan baca di sini: ASUS ZenBook Blogger Gathering Bengkulu, saya berangkat bersama Anjas Maradita. Dari pergi sampai pulang, kami barengan. Jadi, semua kegiatan berwisata yang akan saya ceritakan di sini saya lakukan bersama Anjas, termasuk foto-foto, beberapa diambil oleh Anjas.
Saya tidak berdua saja dengan Anjas karena ada Liem Dan, driver mobil yang kami sewa. Liem Dan ini masih muda, dia antar dan jemput kami pakai Honda HRV, sejak hari pertama sampai kami pulang. Orangnya baik dan nyenengin, kami jadi mudah akrab. Saya kenal Liem dari Dewi, salah satu blogger Bengkulu yang merekomendasikan mobil sewaan kepada saya.
Hari Sabtu kegiatan saya full untuk acara Asus. Tak ada waktu sedikitpun untuk acara lain. Kelar acara sudah malam, saya sudah lelah, sampai hotel langsung tidur. Sisa buat jalan-jalan hanya hari Minggu, sebelum kami balik ke Jakarta. Pergi ke mana saja di sedikit waktu yang ada? Sekarang saya ceritakan.
Seperti yang pernah saya ceritakan pada tulisan terdahulu, silakan baca di sini: ASUS ZenBook Blogger Gathering Bengkulu, saya berangkat bersama Anjas Maradita. Dari pergi sampai pulang, kami barengan. Jadi, semua kegiatan berwisata yang akan saya ceritakan di sini saya lakukan bersama Anjas, termasuk foto-foto, beberapa diambil oleh Anjas.
Saya tidak berdua saja dengan Anjas karena ada Liem Dan, driver mobil yang kami sewa. Liem Dan ini masih muda, dia antar dan jemput kami pakai Honda HRV, sejak hari pertama sampai kami pulang. Orangnya baik dan nyenengin, kami jadi mudah akrab. Saya kenal Liem dari Dewi, salah satu blogger Bengkulu yang merekomendasikan mobil sewaan kepada saya.
Hari Sabtu kegiatan saya full untuk acara Asus. Tak ada waktu sedikitpun untuk acara lain. Kelar acara sudah malam, saya sudah lelah, sampai hotel langsung tidur. Sisa buat jalan-jalan hanya hari Minggu, sebelum kami balik ke Jakarta. Pergi ke mana saja di sedikit waktu yang ada? Sekarang saya ceritakan.
Benteng Marlborough |
Benteng Marlborough
Bicara tentang objek wisata Bengkulu, benteng tua peninggalan Inggris ini adalah ikon wisata Bengkulu yang sangat terkenal. Didirikan pada tahun 1714-1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph Callet, sebagai benteng pertahanan. Benteng yang memunggungi Samudera Hindia ini sangat menarik hati saya. Baik dari segi fisik bangunan yang masih lestari, maupun oleh sejarah yang tersimpan di dalamnya. Karena itu, Benteng Marlborough saya pilih sebagai lokasi kegiatan ASUS Blogger Gathering Bengkulu.
Kami bukan menggelar acara di benteng, melainkan sekadar berkunjung sebagai bagian dari kegiatan. Acara blogger gathering dilakukan di Grage Hotel terlebih dahulu. Setelah pembukaan, perkenalan, dan presentasi, baru ke benteng rame-rame pakai kendaraan pribadi, sewa, dan beberapa taksi online.
Selama di benteng, kami melakukan sesi foto. Foto-foto itu untuk diikutkan kompetisi dengan cara diposting di media sosial masing-masing peserta. Kenapa harus di Benteng Marlborough? Idenya untuk mengenalkan laptop yang sedang kami promosikan dengan latar objek wisata Bengkulu. Sehingga, ketika media sosial Instagram ramai oleh hestek laptop #ZenBook, maka ramai pula oleh penampakan Benteng Marlborough. Sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Sekali tampil di medsos, laptop dan benteng serentak terangkat.
Cuaca di Bengkulu saat itu sangat panas. Kami datang ke benteng siang jelang sore. Matahari seperti tak kenal ampun, bersinar setajam-tajamnya, menyengat siapa pun yang melintas di bawahnya.
Saya sangat tidak betah, tetapi kegiatan harus terus berjalan sampai selesai. Badan mandi keringat, mata memicing menahan silau, saya sungguh tidak bisa menikmati kunjungan. Jangankan santai menilik sejarah yang ada, untuk berfoto pun susah payah.
Meski tidak mendapatkan satu pun cerita dari guide, atau pun petugas jaga museum, saya masih bisa menikmati kebersamaan dengan rekan-rekan blogger. Perkara sejarah, saya lanjutkan dengan membaca artikel-artikel yang bertebaran di internet. Nah, kamu pun bisa membacanya, salah satu sumber yang bisa dibaca ada di Wikipedia Benteng Marloborough.
Di antara banyak hal yang saya sukai dari benteng ini adalah kebersihannya yang sangat terjaga. Membuat mata begitu nyaman untuk melihat-lihat. Meskipun terik, namun angin rajin bertiup. Hembusannya lembut menyapu wajah, seakan hendak menahan agar saya tak lari buru-buru meninggalkan benteng.
Jika tak terik, bangku-bangku yang tersusun rapi di atas hamparan rumput hijau taman, akan terasa menyenangkan sekali diduduki. Saya membayangkan berada di sana saat teduh, menatap barisan meriam yang masih terpancang di tempatnya, lalu terlempar ke masa lalu, dan melihat apa yang terjadi 3 abad silam.
Bicara tentang objek wisata Bengkulu, benteng tua peninggalan Inggris ini adalah ikon wisata Bengkulu yang sangat terkenal. Didirikan pada tahun 1714-1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph Callet, sebagai benteng pertahanan. Benteng yang memunggungi Samudera Hindia ini sangat menarik hati saya. Baik dari segi fisik bangunan yang masih lestari, maupun oleh sejarah yang tersimpan di dalamnya. Karena itu, Benteng Marlborough saya pilih sebagai lokasi kegiatan ASUS Blogger Gathering Bengkulu.
Kami bukan menggelar acara di benteng, melainkan sekadar berkunjung sebagai bagian dari kegiatan. Acara blogger gathering dilakukan di Grage Hotel terlebih dahulu. Setelah pembukaan, perkenalan, dan presentasi, baru ke benteng rame-rame pakai kendaraan pribadi, sewa, dan beberapa taksi online.
Selama di benteng, kami melakukan sesi foto. Foto-foto itu untuk diikutkan kompetisi dengan cara diposting di media sosial masing-masing peserta. Kenapa harus di Benteng Marlborough? Idenya untuk mengenalkan laptop yang sedang kami promosikan dengan latar objek wisata Bengkulu. Sehingga, ketika media sosial Instagram ramai oleh hestek laptop #ZenBook, maka ramai pula oleh penampakan Benteng Marlborough. Sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Sekali tampil di medsos, laptop dan benteng serentak terangkat.
Di benteng tua 3 abad |
Cuaca di Bengkulu saat itu sangat panas. Kami datang ke benteng siang jelang sore. Matahari seperti tak kenal ampun, bersinar setajam-tajamnya, menyengat siapa pun yang melintas di bawahnya.
Saya sangat tidak betah, tetapi kegiatan harus terus berjalan sampai selesai. Badan mandi keringat, mata memicing menahan silau, saya sungguh tidak bisa menikmati kunjungan. Jangankan santai menilik sejarah yang ada, untuk berfoto pun susah payah.
Meski tidak mendapatkan satu pun cerita dari guide, atau pun petugas jaga museum, saya masih bisa menikmati kebersamaan dengan rekan-rekan blogger. Perkara sejarah, saya lanjutkan dengan membaca artikel-artikel yang bertebaran di internet. Nah, kamu pun bisa membacanya, salah satu sumber yang bisa dibaca ada di Wikipedia Benteng Marloborough.
Di antara banyak hal yang saya sukai dari benteng ini adalah kebersihannya yang sangat terjaga. Membuat mata begitu nyaman untuk melihat-lihat. Meskipun terik, namun angin rajin bertiup. Hembusannya lembut menyapu wajah, seakan hendak menahan agar saya tak lari buru-buru meninggalkan benteng.
Jika tak terik, bangku-bangku yang tersusun rapi di atas hamparan rumput hijau taman, akan terasa menyenangkan sekali diduduki. Saya membayangkan berada di sana saat teduh, menatap barisan meriam yang masih terpancang di tempatnya, lalu terlempar ke masa lalu, dan melihat apa yang terjadi 3 abad silam.
Menyimpan banyak sejarah |
Wajib dilestarikan |
Rumah Fatmawati di Bengkulu
Saksi Sejarah Merah Putih
Nama Bengkulu terukir indah dalam kisah-kisah bersejarah bangsa Indonesia. Selain memiliki benteng peninggalan kolonial Inggris, juga terdapat peninggalan Soekarno semasa diasingkan di Kota Bengkulu yaitu Rumah Fatmawati dan Rumah Pengasingan Bung Karno. Saya akan mulai dari Rumah Fatmawati.
Liem Dam menanyai saya akan kemana dulu, saya bilang mampiri yang paling dekat, atau yang bakal dilewati jika akan menuju ke tempat paling jauh. Nah, Rumah Fatmawati adalah jarak terdekat setelah kami meninggalkan Grage Hotel. Enaknya sewa mobil begitu ya, kita bebas minta diajak kemana dulu. Jika dengan kendaraan umum, kita yang harus menyesuaikan rute. Oh ya, harga sewa mobil di Bengkulu Rp 350 ribu per 12 jam. Kalau hanya 2-3 jam saja, tentu bisa dapat harga lebih murah.
Terus terang selama di Kota Bengkulu saya tidak melihat ada angkot atau bis melintas. Boleh jadi saya tidak memperhatikan, tapi keberadaan trasportasi umum memang tidak mudah saya jumpai di kota ini. Ojek online dan taxi online jelas sangat berguna, meski saya dengar saat itu antara ojol maupun taxi online dengan angkutan umum dan ojek biasa tidak akur. Bahkan, mereka ribut.
Saya pun, saat dijemput di bandara diminta untuk tidak berlagak seperti pelanggan taksi online, tapi bersikap seolah dijemput oleh keluarga sendiri. Anjas sampai harus duduk di depan, supaya terlihat seperti berkerabat. Kenapa? Biar tidak dicurigai oleh taksi-taksi konvensional. Situasi begini terjadi tahun lalu, April 2019. Entah kalau sekarang, mungkin sudah berbeda.
Rumah Panggung Unik dan Artistik |
Rumah Fatmawati terletak di Jalan Fatmawati, Penurunan, Kec. Ratu Samban, Kota Bengkulu.
Rumah mungil namun kokoh, berbentuk panggung dengan tiang semen berukuran pendek. Tangga semen lebar di bagian depan buat naik rumah, berlapis keramik warna putih terang. Kontras dengan lantai dan dinding rumah yang materialnya full kayu, termasuk pagar teras dan tiang-tiang penyangga.
Dari segi ukuran, rumah yang menjadi saksi sejarah merah putih ini terbilang kecil. Tapi tentu saja punya sejarah besar bagi bangsa.
Rumah mungil namun kokoh, berbentuk panggung dengan tiang semen berukuran pendek. Tangga semen lebar di bagian depan buat naik rumah, berlapis keramik warna putih terang. Kontras dengan lantai dan dinding rumah yang materialnya full kayu, termasuk pagar teras dan tiang-tiang penyangga.
Dari segi ukuran, rumah yang menjadi saksi sejarah merah putih ini terbilang kecil. Tapi tentu saja punya sejarah besar bagi bangsa.
Saat masuk, seorang bapak tua meminta pembayaran, semacam tarif masuk mungkin ya. Saya bayar saja, per orang Rp 10,000. Sebenarnya, menurut keterangan teman-teman blogger Bengkulu, masuk rumah ini gratis. Kalau diminta bayaran, ya seikhlasnya saja. Karena memang tidak ada tarif yang ditentukan.
Sangat menarik mengetahui fakta sejarah saat berada di Rumah Fatmawati Soekarno. Buat saya pribadi, sudah pasti menambah khazanah pengetahuan tentang sejarah bendera merah putih yang berawal dari Kota Bengkulu.
Tanpa jasa seorang Fatmawati, bendera merah putih tidak akan berkibar dengan gagah sampai saat ini.
Tanpa jasa seorang Fatmawati, bendera merah putih tidak akan berkibar dengan gagah sampai saat ini.
Foto dan lukisan Fatmawati terpampang di ruang tamu, beserta mesin jahit dan selembar bendera sebagai pelengkap |
Foto Soekarno yang kharismatik terpajang di ruang tamu. Lantai dan dinding kayu rumah tampak mengkilap, berhiaskan ornamen cantik, suasana rumah yang tenang, membawa kita ke masa lampau. |
Kamar Fatmawati dengan ranjang besi serta kelambu dan sarat kesan vintage |
Rumah Pengasingan Bung Karno
Rumah bersejarah yang sudah lama sangat ingin saya kunjungi. Maka ketika kesempatan ke Bengkulu ada, saya langsung memasukkannya ke dalam daftar wajib kunjung.
Saya bukan wisatawan pencinta sejarah tapi saya suka mengenal sejarah yang berkaitan dengan kemerdekaan bangsa. Sebagai anak bangsa, penting melihat sejarah, di antaranya sejarah Presiden pertama RI Soekarno sebagai sosok paling berjasa bagi negara ini, karena membawa Indonesia merdeka seperti sekarang.
Setelah Rumah Fatmawati, mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno yang terletak di Anggut Atas, Kec. Ratu Samban, Kota Bengkulu membuat kegiatan berwisata di Kota Bengkulu jadi lebih afdol.
Berbeda dengan Rumah Fatmawati yang berhalaman sempit dan tak punya area parkir yang aman, di Rumah Pengasingan Bung Karno justru sebaliknya. Bila datang dengan kendaraan pribadi, bisa parkir dengan leluasa di bagian depan. Halamannya pun sangat luas. Rumah dikelilingi taman berisi tanaman hias pendek-pendek. Tak ada pohon tinggi dan rindang, bikin saya masuk ke sini sambil berlari.
Rumah Pengasingan Bung Karno 1938 - 1942 |
Ruang Kerja Soekarno |
Kamar Tidur |
Halaman belakang |
Sumur di halaman belakang. Menurut kepercayaan warga setempat, bila membasuh muka dengan air sumur tersebut, lalu airnya dipercikan ke seseorang yang kita cintai, maka hubungannya akan langgeng. |
Pantai Panjang
Kuliner Pindang 77
Sentra Oleh-Oleh Bengkulu
Grage Hotel Bengkulu
Bersambung